Beberapa
bulan yang sudah menjadi tahun. Aku masih melihat ke arah langit sampai saat
ini. Menunggu sesuatu yang menakjubkan jatuh, walaupun kemungkinannya satu
berbanding sekian puluh, ratus, atau ribu. Kakiku menyatu dengan tanah, teramat
berat untuk terangkat. Tidak bisa pergi, tentangmu telah menyatu menjadi
sebilah mata pisau, mematikan syaraf. Lebih lagi. Sesulit yang dapat kamu
bayangkan.
Mari
kita rinci pertemuan terakhir kita sebentar. Aku menyebutnya pertemuan karena
malam itu kita benar-benar bertemu. Dan tidak lebih dari itu. Hanya beberapa
kali melemparkan pandang, dan beradu tatap. Tidak lama, hanya beberapa detik.
Tapi buatku malam itu sudah mampu membuatku menyadari. Aku masih disini, di
tempat yang sama.
Sebelum
semuanya terlambat, karenanya. Aku memutuskan untuk tetap sendiri lagi. Aku
tidak tahan harus membagi perasaan yang hanya untukmu ini ke orang lain. Jadi
maaf, buat orang itu. Nadiku masih berdenyut untuk orang lain. Bukan buatmu.
Nanti saja aku ceritakan lagi mengenai permintaan maafku ini. Saat ini
pikiranku hanya mengacu pada satu titik.
Perasaan
yang masih begitu kuat dan ironisnya aku tidak tau mengapa. Seberapa dalam
goresan itu. Atau seberapa lemahnya pertahananku. Sehingga mengorbankan orang
lain. Sungguh egois.
Jadi
jangan bilang aku tidak mencoba untuk pergi. Aku sudah, dan gagal. Terdengar
tidak biasa bukan, bahwa aku tidak bisa menghilangkan imaji tentangmu yang berserakan
itu. Padahal terhitung dari aku memutuskan untuk berjalan ke arah lain. Sampai
hari ini, sudah masuk satu tahun lebih. Entahlah.
Bagaimana
dan bagaimana. Aku masih bisa menuliskan kalimat indah untukmu. Kamu lihat?
Kamu masih mampu mengeluarkan kemampuan terbaikku. Sesuatu yang jarang dimiliki
wanita kebanyakan.
Lalu
bagaimana kedepannya? Tetap...
Kita
masih menginjak bumi yang sama dan saling berusaha seperti biasa, walaupun
dengan tujuan yang berbeda. Kamu dengan duniamu, aku dengan duniaku. Aku
mengerti jika keduanya belum bisa saling bersinggungan. Tapi perubahan orbit
yang diakibatkan oleh meteorit itu pasti terjadi.
Pada
dasarnya kita mengerti permainan ini. Dimana tidak akan ada yang terlupa, hanya
mencegah sapa yang pernah tertata begitu megah. Melantunkan lirik tanpa saling
tau apa isinya.
Luka
yang belum menuntut untuk disembuhkan tidak pernah setidak sopan ini. Tapi aku
tidak mau ambil puyeng ah. Semerdekanya saja, kembali menganga pun tak apa. Aku
sudah terbiasa dengan guratan senja yang datang secara tiba-tiba.
“Tiap
dari kita memungut serpihan daun yang dihempaskan pohon tua di ujung jalan itu,
kemudian membawanya pulang untuk bisa dinikmati sepuasnya, sejadinya.”
Aku
masih belum melupakan salah satu pembicaraan kita pada malam hari. Kamu bilang
10 tahun lagi, yang berarti 8 tahun dari sekarang. Kita akan bertemu, dan
berbincang di sebuah balkon gedung pencakar langit. Lalu meminum kopi di atas
ketinggian. Berbicara hal yang berguna dan dewasa. Persis seperti yang sudah
kita rencanakan. Kopi terbaik, tempat terbaik, teman terbaik. Sketsa utuh
mengenai lampu yang berpijar dibawah kita nanti pun masih dapat aku bayangkan.
Semoga kamu masih ingat saat aku tagih nanti.
“Apa
yang mereka lakukan di dalam sana, kamu tau? Aku sering memikirkan hal itu.
Bagaimana mereka hidup, dengan siapa mereka hidup, jika ada sepasang manusia
disana. Apakah mereka sudah berada dalam ikatan resmi atau tidak. Jika tidak,
apa yang mereka pikirkan sehingga mau hidup bersama walau belum resmi dimata
hukum dan agama. Di negara ini, sesuatu tidak bisa bekerja seperti itu, kan?” –
Y
Ada
suatu masa dimana kamu bisa sebegitu cemerlang, meskipun tidak sering. Aku
sengaja menulisnya disini. Agar aku tidak lupa untuk beberapa tahun lagi.
Kurang lebih itu serangkaian kata yang kamu kirim. Beberapa jam setelah tengah
malam dan selalu disaat aku hampir terlelap. Hal kecil, yang menjadi kebiasaan
besar, karenamu.
Namun
semuanya harus terhenti sejenak. Tuhan punya rencana lain untuk kita. Apakah
itu baik atau buruk, seperti apapun. Aku akan tetap menghormati takdir yang
sudah dihadiahkan Tuhan. Semua telah berada pada jalurnya masing-masing.
Manusia
hidup tidak untuk di masa lalu, pun di masa depan. Semua berlangsung hari ini,
sekarang. Saat kita sibuk mempersiapkan masa depan. Atau sejenak menghidupi
kembali masa lalu melalui memori. Merutuki yang telah terjadi, mengharapi yang
belum pasti. Dua kesalahan yang bernilai sama. Sia-sia dan tidak berguna.
Tidakkah
yang terpenting adalah pergerakan kita di masa kini? Dan ya, terdapat interval
panjang dimana ia menjelma jembatan untukku, atau untukmu yang bisa
bertransformasi menjadi sesuatu yang kita percayakan pada semesta. Aku
mengharapkan kisah ini mampu berakhir seindah lagu. Jikapun tidak, ada sesuatu
yang harus kau tau. Aku akan terus menerus mengupayakan semua ketidakmungkinan
itu.
Lalu
satu lagi yang harus kamu ingat. Ini tidak akan selamanya. Tidak. Polarisku,
selamanya hanya jika maut turut serta. Kita akan segera bertemu, sampai saat
itu tiba. Sisakan sedikit malammu untuk melihat jauh ke belakang. Ke tempat
kita pernah berada.
Kita
tetap terkoneksi, tidak peduli segala intervensi yang datang silih berganti.
Karenanya kau tau?
Aku
masih akan mengingatmu.
Siang
dan malam.
Komentar
Posting Komentar