Langsung ke konten utama

"I need your help, my 'friend'."

Banyak orang dan beberapa opini mereka yang bikin gue gerah akhir-akhir ini. Alasannya cukup banyak tapi kali ini gue bakal bahas tentang satu hal aja. Diantara semua itu yang paling bikin gue kesel. Gue ngga tau apa lo juga salah satu dari golongan ini atau bukan. Semoga aja bukan ya. Golongan itu adalah mereka yang punya pemikiran ‘aneh’ menurut gue. Dan hasil dari pemikiran mereka itu ditransformasikan jadi sebuah output ucapan yang bunyinya kurang-lebih;
 
“Teman apaan lo yang cuma dateng ke gue pas lagi butuh doang. Giliran ngga butuh ngilang gitu aja.”
 
Tanpa perlu prolog panjang lebar. Langsung aja gue kupas pernyataan mereka diatas yang sangat ngeganjel itu, keh!
 
Gue mungkin satu dari seratus orang yang sangat menentang pernyataan itu. Pernyataan yang kalo boleh gue bilang bersifat
egois dan naif. Sekarang gini, saat lo ada di masa-masa sulit. Setelah keluarga, sahabat, dan pacar(kalo punya). Siapa lagi yang mau lo harapkan, selain teman? Bukannya itu salah satu kegunaan dari kita punya banyak teman? Kalo kita dateng pas ada butuhnya doang apa kita salah? Toh yang kita datengin kan teman kita sendiri. Bukan orang lain yang kita ngga kenal sama sekali.
 
Teman itu seperti bintang di malam hari. Mereka tidak akan selalu terlihat di atas sana. Kadang menghilang dibalik awan kelabu. Tapi yang harus kita percayai cuma satu. Bintang itu ngga akan pergi kemanapun. Mereka akan tetap ada diatas sana. Pasti.
 
Begitu juga teman, mereka akan selalu ada. Walau kadang ngga terlihat oleh kita, tapi mereka masih tetap seorang teman yang siap kita mintai pertolongan tanpa sungkan. Saat tangan kita terkulai lemas, saat kita bahkan terlalu lemah untuk bernafas, saat kita berdiri diambang batas, dan saat kita bertaruh waktu dengan hal yang belum tuntas.
 
Gue bilang mereka yang pernah melontarkan pernyataan itu adalah orang yang egois dan naif. Kenapa gue bilang gitu? Well. Bukan tanpa alasan.
 
Pertama egois. Gue bilang egois karena kalo gue telaah lagi kalimat diatas. Ada unsur egosentris yang gue tangkep.
Seperti,
“Giliran ngga butuh ngilang gitu aja.”
 
Ini apa? Lo mau dia selalu ada di dekat lo setiap saat? Come on. Dia juga punya kehidupan lain selain jadi pemuas hasrat egois kalian dan memenuhi definisi teman kalian yang jauh dari kata normal itu. Dia dateng juga saat dia butuh bantuan. Kenapa lo sinis kalo lo emang temennya?
 
Kedua naif atau munafik. Kesan ini gue dapet dari kalimat pertama.
Yaitu,
“Teman apaan lo yang cuma dateng ke gue pas butuh doang.”
Gini deh, pertanyaan sederhana gue buat kalian yang ngerasa pernah mengucapkan atau mempublikasikan pernyataan itu. Pernah ngga sih kalian minta bantuan ke temen? Sekalipun? Kalo jawabannya ngga pernah, okeh gue salah. Gue tarik lagi ucapan gue. Tapi lain halnya jika jawaban kalian pernah. Yaa apa berlebihan kalo gue bilang itu naif? Kalo lo pernah ngelakuin hal yang sama persis kaya orang yang lo nyinyirin di belakang itu. Yaitu dateng cuma pas ada butuhnya. Terus lo apa?
 
Dan satu lagi, gue lebih menghargai mereka yang bilang “Sorry ya gue ngga bisa.” saat kita minta bantuan daripada mereka yang mengiyakan permintaan kita dan malahan riweh dan gondok di belakang.
 
“Eh kampret, jangan soktau lo. Jangan-jangan lo tipe orang yang abis manis sepah dibuang ya makanya lo mendukung teman yang dateng pas maunya aja?!”
 
Bukan, kalo ada terbersit pertanyaan gini di otak kalian itu. Gue klarifikasi lagi kalo gue bukan tipe orang yang seperti itu juga. Agak rumit sih emang apa yang gue coba transfer disini.
 
Gue sangat menghargai teman. Sangat. Jika kehidupan adalah jarak tempuh dari Sabang sampai Merauke dan gue harus melaluinya dengan berjalan kaki. Yang akan gue lakuin adalah mengenal dan berteman dengan siapapun di setiap kaki gue melangkah, lalu mengingat namanya sampai gue tiba di penghujung jalan. Karena punya banyak teman adalah pencapaian dan prestasi tersendiri buat gue.
 
Sebenernya masih banyak manfaat tentang teman yang bisa gue tumpahkan lebih banyak lagi. Tapi berhubung post ini khusus untuk mengupas kalimat konyol di atas. Jadi gue ngga akan keluar dari kotak yang udah gue bikin.
 
Buat gue pribadi ngga masalah kalo gue punya teman yang datang pas dia cuma ada maunya dan setelah itu pergi. It’s okay. Dengan cara dia datang ke gue aja gue udah cukup senang kok. Itu artinya dia percaya sama gue. Dan di dunia ini, selain waktu, ngga ada yang lebih mahal dari sebuah kepercayaan. Gue akan dengan senang hati ngebantu semaksimal mungkin siapapun teman gue yang emang meminta gue buat ngelakuin itu. Selama gue bisa dan cukup masuk akal, dengan tanpa keraguan tangan gue akan ikut serta demi dia.
 
Postingan singkat dan amburadul ini berakhir disini dulu ya. Gue menerima debat dengan senang hati di kolom komentar. Hehe.
K! See you when I see you~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beat Yourself.

Heloow~ Kemarin, tepatnya hari minggu gue abis ada pertemuan sama temen di komunitas gue. Wait... Komunitas? Iya buat yang belum tau, gue jadi salah satu volunteer di komunitas hijau di kota gue. Apa itu volunteer? Volunteer adalah sukarelawan, dia yang punya dedikasi terhadap suatu hal apapun itu dan mau mengerjakannya dengan sukarela tanpa   pamrih. Dia yang mau meluangkan waktu, tenaga, materi untuk kegiatan dengan ikhlas. Yaa, ehm, kaya gue gini. Cukup pengertian tentang volunteer, nanti gue dikira sombong lagi. Yang mau gue bahas disini adalah apa yang gue lakuin bareng mereka, maksud gue yang akan. Jadi kemarin itu kita ngebahas agenda untuk 3 bulan mendatang, Aksi apa aja yang bakal kita adakan untuk memperingati beberapa hari lingkungan kedepan. Seperti biasa, saat rapat berlangsung gue bersikap pasif. Gue emang kurang jago urusan ngomong dan jadi pusat perhatian di forum resmi kaya gitu. Tapi jangan salah ya, kalo disuruh ngomong depan gebetan sih gue u

Selenophile

Baiklah. 10 Agustus 2021 "Sepertinya memang sudah waktunya." Terbersit kata-kata itu di benakku sepulang dari kediaman Bapak Sekdes, awalnya aku kira kalimat itu hanya sekedar pemikiran yang spontan dan biasa. Seperti saat aku memikirkan bagaimana bisa seorang temanku sering datang terlambat padahal rumahnya dekat atau saat aku berencana meminta camilan di meja seorang rekan kerja untuk meredam lapar di sore hari . Aku melihat itu hanya pikiran biasa dan tidak memiliki arti apapun. Sore itu dalam perjalanan pulang berlatarkan matahari yang menggantung dan terus turun ke arah barat bumi. Sinarnya melemah seiring menit berlalu, aku merasakan waktu sangat cepat menyeret gelap muncul yang dimulai dari timur langit merembet perlahan memenuhi angkasa. Cahaya meredup sayup-sayup. Saat pertama aku tanpa sadar merapal harap agar gelap tidak menampakkan dirinya terlebih dahulu dan bisa menunggu lebih lama lagi, aku ingin lebih lama lagi, tolonglah.  Sebuah doa klise yang tidak mungkin

Turbulensi

Beberapa jam sebelum hari kemarin berakhir gue udah hampir collaps. Dengan sederet kejadian mengejutkan yang gue alamin sedari pagi sampe sore yang bisa bikin migrain. Kejadian berantai, maksud gue. Karena hal itu gue jadi ngga bisa melakukan hal ini. Karena hal ini ngga bisa gue lakukan, hal itu akhirnya ngga jadi. Sesuatu semacam itu, kalian pasti paham lah.   Kebanyakan manusia beruntung di hari kelahirannya, ya gue tau itu opini gue aja. Meskipun cuman opini tapi gue yakin banget, soalnya banyak temen/seseorang yang gue tau. Dari cerita yang gue denger dari mereka, ataupun dari yang gue tau. Hoki mereka seakan berlipat. Dan itu yang jadi patokan gue dalam menilai hari kelahiran. Hari yang beruntung.   Tapi semesta punya rencana lain buat gue. Selalu begitu, Tuhan Maha Mengejutkan.