Langsung ke konten utama

Malam Belum Berakhir

“Saat langit semakin pekat, kamu dengar? Lalu aku akan menghampirimu disana.”


Maaf, sayang. Aku sudah terlebih dahulu berjanji dengan waktu. Tunggulah, lalu akan ku pastikan penantianmu takkan sia-sia.


Langkahku gontai menghadapi pagi. Aku memulai dengan menghabiskan beberapa jam meratapi matahari yang tampak tidak adil. Sinarnya yang terlihat semakin angkuh dibanding hari sebelumnya. Ia menyorotkan kilau tajam, melucuti tubuh hidup yang mati. Menyapu gelap dengan perlahan. Mendaratkan kehangatan yang buatku bak minyak mendidih.


Menakutkan.


Aku tersentak. Cukup lama aku melamunkan kosong. Menyiapkan bekal. Membiasakan kilau matahari merajam kulit.


Siap, aku telah siap. Aku menghancurkan dinding imaji terkutuk. Lalu berdiri, kemudian terantuk, lalu terjatuh, lalu terisak. Lebih sulit dari perkiraanku selama ini.


Tak apa. Aku masih bisa bangkit lagi. Lalu di persimpangan aku bertemu dengan apa itu. Ya, Waktu! Aku berhadapan dengan Waktu dan berbicara sedikit dengannya, bertaruh tentang siapa yang mati paling akhir. Aku atau dia. Atau kita akan mati bersama di penghujung senja. Tapi tidak, aku akan mengalahkannya. Untukmu.


Nanti saat matahari berada di atas kita. Aku akan berjalan, lebih dari itu, berlari, terus berlari hingga denyutku lelah dan ingin pergi. Sampai jantung menaruh harap pada kerikil yang akan menjatuhkanku. Sampai lutut berdoa agar petir turun untuk menyambarnya. Sampai tubuh meronta meminta segera dibaringkan di tanah pemakaman. Tapi persetan dengan mereka. Selain maut, aku tak perduli apapun.


Lalu semogaku terhadap waktu akan terlihat di senja hari.


Mengenai senja, ah, aku menyukainya. Sketsa wajah dan cangkir di teras rumah adalah favoritku. Dua wajah, dua cangkir, satu genggaman tangan, berlatarkan senja. Lalu ada apalagi disana, kamu tau? Masih banyak, dan akan aku persembahkan lebih detail nanti. Jika kamu menginginkannya.


Dan semogaku terhadap waktu akan terlihat di kala senja.


Matahari meredup. Ia hampir binasa ditelan langit. Hanya tersisa sedikit jingga di ujung bumi. Menemani lelah beberapa orang yang menyempatkan diri menikmatinya. Apakah aku telah sampai atau belum? Tentu sudah, sayang. Aku berhasil membunuh waktu dengan segalanya, tanpa ampun. Dan kembali untuk menjemput malam.


Jika nanti aku belum sampai, maaf untukmu. Itu menandakan aku telah mati. Mayatku terbaring di suatu tempat di luar sana. Jangan kau cari. Aku bisa mengubur diri sendiri. Menggali dengan jari lebih menyenangkan ketimbang melihatmu menatap tubuh yang tak menepati janji. Cukup kau ingat, aku hanya akan meminta sedikit tempat di memori.


Tapi tidak akan semudah itu, tentu! Aku telah berjanji atas nama seluruh kerabat di hidupku. Bukan atas namaku. Aku tidak sudi bersumpah atas namaku sendiri. Ikrarku hanya bernamakan mereka yang menjadi alasan aku berikrar, seperti dirimu.


Setelahnya. Lihat. Aku disini sekarang, hey! Menang dengan berlumuran darah serta keringat, juga beberapa sayatan dan goresan. Kembali kerumah tepat saat mulut senja mengucapkan salam perpisahan. Terlambat, tapi belum sepenuhnya. Jauh lebih baik daripada tidak sama sekali.


Aku tengah bersiap menemuimu dengan setelan terbaik yang aku siapkan. Semua sempurna.


Tadi aku sudah memintamu untuk menungguku pada malam hari, bukan? Karena hanya malam yang punya hak penuh menyaksikanku. Dan aku percaya kamu ada disana, duduk bertemankan cahaya redup yang hampir lenyap. Semoga kamu tahan, sayang.


Aku baru akan berangkat.


Tunggulah, lalu akan ku pastikan penantianmu takkan sia-sia. Sampai aku tiba disana. Dan jika kamu sanggup menungguku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beat Yourself.

Heloow~ Kemarin, tepatnya hari minggu gue abis ada pertemuan sama temen di komunitas gue. Wait... Komunitas? Iya buat yang belum tau, gue jadi salah satu volunteer di komunitas hijau di kota gue. Apa itu volunteer? Volunteer adalah sukarelawan, dia yang punya dedikasi terhadap suatu hal apapun itu dan mau mengerjakannya dengan sukarela tanpa   pamrih. Dia yang mau meluangkan waktu, tenaga, materi untuk kegiatan dengan ikhlas. Yaa, ehm, kaya gue gini. Cukup pengertian tentang volunteer, nanti gue dikira sombong lagi. Yang mau gue bahas disini adalah apa yang gue lakuin bareng mereka, maksud gue yang akan. Jadi kemarin itu kita ngebahas agenda untuk 3 bulan mendatang, Aksi apa aja yang bakal kita adakan untuk memperingati beberapa hari lingkungan kedepan. Seperti biasa, saat rapat berlangsung gue bersikap pasif. Gue emang kurang jago urusan ngomong dan jadi pusat perhatian di forum resmi kaya gitu. Tapi jangan salah ya, kalo disuruh ngomong depan gebetan sih gue u

Selenophile

Baiklah. 10 Agustus 2021 "Sepertinya memang sudah waktunya." Terbersit kata-kata itu di benakku sepulang dari kediaman Bapak Sekdes, awalnya aku kira kalimat itu hanya sekedar pemikiran yang spontan dan biasa. Seperti saat aku memikirkan bagaimana bisa seorang temanku sering datang terlambat padahal rumahnya dekat atau saat aku berencana meminta camilan di meja seorang rekan kerja untuk meredam lapar di sore hari . Aku melihat itu hanya pikiran biasa dan tidak memiliki arti apapun. Sore itu dalam perjalanan pulang berlatarkan matahari yang menggantung dan terus turun ke arah barat bumi. Sinarnya melemah seiring menit berlalu, aku merasakan waktu sangat cepat menyeret gelap muncul yang dimulai dari timur langit merembet perlahan memenuhi angkasa. Cahaya meredup sayup-sayup. Saat pertama aku tanpa sadar merapal harap agar gelap tidak menampakkan dirinya terlebih dahulu dan bisa menunggu lebih lama lagi, aku ingin lebih lama lagi, tolonglah.  Sebuah doa klise yang tidak mungkin

Turbulensi

Beberapa jam sebelum hari kemarin berakhir gue udah hampir collaps. Dengan sederet kejadian mengejutkan yang gue alamin sedari pagi sampe sore yang bisa bikin migrain. Kejadian berantai, maksud gue. Karena hal itu gue jadi ngga bisa melakukan hal ini. Karena hal ini ngga bisa gue lakukan, hal itu akhirnya ngga jadi. Sesuatu semacam itu, kalian pasti paham lah.   Kebanyakan manusia beruntung di hari kelahirannya, ya gue tau itu opini gue aja. Meskipun cuman opini tapi gue yakin banget, soalnya banyak temen/seseorang yang gue tau. Dari cerita yang gue denger dari mereka, ataupun dari yang gue tau. Hoki mereka seakan berlipat. Dan itu yang jadi patokan gue dalam menilai hari kelahiran. Hari yang beruntung.   Tapi semesta punya rencana lain buat gue. Selalu begitu, Tuhan Maha Mengejutkan.