Langsung ke konten utama

Men'debit' Kalian Pada Waktu

      Kalau dipikir-pikir, terhitung 3 hari ke depan maka akan genap 1 tahun aku berada jauh dari kota kelahiran. Getir manis tentang semuanya sudah berlalu-lalang baik berurutan maupun serampangan. Mencoba memantaskan diri pada pentas kehidupan baru memang bukan perkara main-main. Awalnya sulit, membaca setiap guratan seseorang hanya dari luar dan menerka siapa siapa yang sedang berhadapan dengan kita. Sebelumnya aku pernah melakukannya di tempat lain, tapi kali ini keadaan jauh berbeda. Semua terasa lebih ‘jauh’ disini. Ditambah lagi aku tidak begitu mahir perihal seni berkamuflase, jadilah aku melewatinya dengan mengamati terlebih dahulu lalu bertindak menyesuaikan. Berhasil atau tidaknya, aku masih belum tau, setidaknya untuk sekarang.


     Tapi yasudahlah, bukan bagian sana yang ingin aku ulas pada unggahan kali ini. Melainkan sesuatu yang lebih emosional(mungkin).


      4 bulan lalu tepatnya September 2018, satu dari sekian banyak doa yang telah mengangkasa akhirnya terealisasi. Sesuatu yang harus ditunda selama 4 tahun lebih karena satu dan lain hal. Entah baik atau buruk, apapun itu, aku tetap mengucap terimakasih kepadaNya. Mungkin memang baru sekarang garis dariNya bersinggungan dengan waktu dan tempat. Jadilah naskah takdir yang sempat terhenti bisa dimulai kembali disini.


   Memulai selalu menjadi hal menarik buat sebagian orang, selayaknya berdiri di tengah ruangan dengan berbagai perabotan baru, warna baru dan bentuk baru. Komposisi asing, berbeda, yang sanggup memicu rasa penasaran pada level lain. Keberadaan banyak entitas asing pada satu waktu yang bersamaan tentu bisa membuat mual, untuk itulah perlu lebih banyak waktu guna terbiasa dengan hal itu. Beradaptasi.

    Pada tingkatan ini dengan angka yang sudah terlampau lebih untuk masuk ke kalangan tentu jadi permasalahan tersendiri buat orang semacam aku. Bagaimana tidak, yang sebelumnya mereka yang memanggilku lalu sekarang posisi berbalik 180°. Membingungkan diawal, tapi prosedur dan standar harus tetap diberlakukan, bukan? Jadi mau tidak mau semuanya harus mau. Karena seperti itulah cara dunia ini bekerja. Tidak terpusat padamu, pun padaku.

   Lalu setelah serangkaian momen sebagai titik mula perjalanan yang tidak akan singkat ini, semuanya jadi semakin jelas. Ramalanku yang hanya berupa ramalan pada unggahan sebelumnya yang tadinya samar kini semakin menjelma bentuk nyata. Nama baru, orang baru, corak baru, semua yang tadinya hanya berupa imaji beberapa tahun lalu bahkan menjadi lebih baik dari sekadar proyeksi. Nampaknya aku harus memberi kredit pada diriku sendiri untuk tetap mengobarkan cita yang tak lenyap dimakan usia.

   Babak yang baru bersama kalian merupakan wujud kegigihan seseorang yang tidak pernah terlupa. Bagiku kalian adalah hadiah untuk orang tersebut. Penebusan dosa atas segala kesia-siaan sebelumnya. Juga pencapaian atas segala jerih payah yang selalu ia simpan di bawah reruntuhan. Pemandangan yang rumit untuk bisa dijabarkan.

         Sekarang ia berdiri di tepi jalan dengan mata menatap bentangan aspal di hadapannya. Jalanan yang tadinya sepi kini nampak mulai ramai kembali. Satu, dua, tiga orang berjalan disana. Melewatinya, menoleh kepadanya, bahkan menunggunya untuk dapat berjalan beriringan. Mengingat beberapa waktu lalu dimana keadaan bertolak belakang dengan saat sekarang saja sudah membuat dadanya sesak dan ulu hatinya seperti tertumbuk. Skenario unik tentang kehidupan manusia memang sudah tertulis disana, tapi tetap saja.


    Lagi-lagi, Tuhan memang Maha Mengejutkan.


    Mengurangi waktu hidup dengan balasan menambahkan kalian di dalamnya bisa aku bilang sangat sepadan. Karena semuanya harus seimbang di dunia ini, apapun yang kita lakukan atau dapatkan pasti ada pula sesuatu yang hilang atau kita gunakan untuk menebusnya. Yah, setidaknya begitulah yang sedang aku pelajari saat ini. Ilmu tentang keseimbangan yang mampu diaplikasikan pada segala aspek kehidupan di seluruh semesta. Seperti hukum aksi dan reaksi kepunyaan Sir Isaac Newton.


    Jujur aku antusias jika ditanya mengenai peran yang sedang aku ambil, sedikit mencekam juga mengasyikan. Ditambah lagi aku sudah memiliki, ehem, kandidat yang kiranya mumpuni dan mempunyai paling tidak 70% dari syarat lolos tahap pengecekan kualitas. Setelah melanglang buana dan menyeleksi bermacam tipe aku bisa memastikan jika yang satu ini benar-benar begitu benderang. Nanti, setelah menjalani serangkaian test kiranya aku baru bisa menentukan, atau dia yang menentukan? Entahlah.

       Dan tentu saja peranku tidak akan maksimal jika tidak diprakarsai oleh peran minor dan mayor dari sekeliling. Untuk yang minor aku sudah mendapatkannya sedari dulu, orang-orang ini memang aku selalu punya dan tidak pernah hilang. Tapi untuk yang mayor, syukurlah aku menemukan beberapa. Terakhir aku memiliki ‘sidekick’ adalah saat aku masih memakai seragam abu-abu. Lama sekali. Semoga kali ini aku bisa menjadi yang mereka inginkan, karena tidak bisa aku pungkiri, peran mereka akan sangat sentral buatku. Jadi mari kita saling melengkapi dalam sebuah diorama singkat ini.

      Setelahnya aku ingin menuliskan nama kalian disini, tapi nanti, aku masih butuh alasan yang lebih dan lebih untuk dapat melakukan hal tersebut. Walaupun begitu, melihat dari apapun yang sedang dan telah.  Agaknya jangan terlalu khawatir, sepertinya itu tidak akan lama. Tunggu saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beat Yourself.

Heloow~ Kemarin, tepatnya hari minggu gue abis ada pertemuan sama temen di komunitas gue. Wait... Komunitas? Iya buat yang belum tau, gue jadi salah satu volunteer di komunitas hijau di kota gue. Apa itu volunteer? Volunteer adalah sukarelawan, dia yang punya dedikasi terhadap suatu hal apapun itu dan mau mengerjakannya dengan sukarela tanpa   pamrih. Dia yang mau meluangkan waktu, tenaga, materi untuk kegiatan dengan ikhlas. Yaa, ehm, kaya gue gini. Cukup pengertian tentang volunteer, nanti gue dikira sombong lagi. Yang mau gue bahas disini adalah apa yang gue lakuin bareng mereka, maksud gue yang akan. Jadi kemarin itu kita ngebahas agenda untuk 3 bulan mendatang, Aksi apa aja yang bakal kita adakan untuk memperingati beberapa hari lingkungan kedepan. Seperti biasa, saat rapat berlangsung gue bersikap pasif. Gue emang kurang jago urusan ngomong dan jadi pusat perhatian di forum resmi kaya gitu. Tapi jangan salah ya, kalo disuruh ngomong depan gebetan sih gue u

Selenophile

Baiklah. 10 Agustus 2021 "Sepertinya memang sudah waktunya." Terbersit kata-kata itu di benakku sepulang dari kediaman Bapak Sekdes, awalnya aku kira kalimat itu hanya sekedar pemikiran yang spontan dan biasa. Seperti saat aku memikirkan bagaimana bisa seorang temanku sering datang terlambat padahal rumahnya dekat atau saat aku berencana meminta camilan di meja seorang rekan kerja untuk meredam lapar di sore hari . Aku melihat itu hanya pikiran biasa dan tidak memiliki arti apapun. Sore itu dalam perjalanan pulang berlatarkan matahari yang menggantung dan terus turun ke arah barat bumi. Sinarnya melemah seiring menit berlalu, aku merasakan waktu sangat cepat menyeret gelap muncul yang dimulai dari timur langit merembet perlahan memenuhi angkasa. Cahaya meredup sayup-sayup. Saat pertama aku tanpa sadar merapal harap agar gelap tidak menampakkan dirinya terlebih dahulu dan bisa menunggu lebih lama lagi, aku ingin lebih lama lagi, tolonglah.  Sebuah doa klise yang tidak mungkin

Turbulensi

Beberapa jam sebelum hari kemarin berakhir gue udah hampir collaps. Dengan sederet kejadian mengejutkan yang gue alamin sedari pagi sampe sore yang bisa bikin migrain. Kejadian berantai, maksud gue. Karena hal itu gue jadi ngga bisa melakukan hal ini. Karena hal ini ngga bisa gue lakukan, hal itu akhirnya ngga jadi. Sesuatu semacam itu, kalian pasti paham lah.   Kebanyakan manusia beruntung di hari kelahirannya, ya gue tau itu opini gue aja. Meskipun cuman opini tapi gue yakin banget, soalnya banyak temen/seseorang yang gue tau. Dari cerita yang gue denger dari mereka, ataupun dari yang gue tau. Hoki mereka seakan berlipat. Dan itu yang jadi patokan gue dalam menilai hari kelahiran. Hari yang beruntung.   Tapi semesta punya rencana lain buat gue. Selalu begitu, Tuhan Maha Mengejutkan.