Aku sering mengatakan padamu
bahwa selalu ada yang pertama kali dalam hidup kita, apapun itu entah dalam
melakukan atau merasakan. Dan selayaknya pertama tentu erat dengan kesalahan
dan kepayahan. Tidak perduli seberapa banyak teori yang sudah kita hapal, sesekali
keadaan tidak melulu persis seperti apa yang kita baca. Banyak variabel
menggantung mengenai apa dan apa yang hadir diluar prediksi kita. Hal normal
dan biasa. Lalu kesalahan yang kita alami pada percobaan pertama menuntun kita
pada pembekalan pendewasaan untuk menghadapi hal semacam itu lagi dan lagi pada
kemudian hari.
“Ini pertama kali buat aku, jadi
maaf kalo aku tidak tau harus seperti apa.” Aku mendengarnya sembari
memicingkan mata sedikit ke arah atas. Mencoba menggapai sedikit ingatan saat
aku berada di posisimu sekarang. Sedikit saja, jangan terlalu banyak. Sungguh
aku tidak bermaksud mengingat subjeknya, yang aku lihat hanya objek saat itu.
Perasaanku sendiri.
Semua tampak lebih mudah saat aku
menjalaninya untuk pertama kali. Keadaan dan keberadaan masih berpihak padaku
saat itu. Aku memiliki apapun sebagai media penyalur perasaan. Waktu,
kehadiran, upaya, keberlangsungan. Singkatnya perasaan itu tumbuh dengan
semestinya dan seperti yang ada pada cerita cinta kebanyakan. Normal dan wajar
tanpa sakit yang berarti dan merepotkan.
Pertama kali yang aku rasakan, nampak
berbanding terbalik dengan pertama kali yang sedang kamu rasakan saat ini. Begitu
banyak sekat yang membelenggu perasaanmu untuk berkembang sempurna. Keadaan
memaksa ia untuk berdiam dan menahan diri. Lebih lagi, cintamu tumbuh tanpa pertemuan
dengan sang pemilik hati secara langsung. Hal sulit yang aku sendiri tidak bisa
membayangkan jika hal itu adalah cinta yang pertama aku rasa.
Jatuh cinta adalah perasaan rumit
dan kompleks yang aku tau persis, karena sepertimu. Aku juga sedang
merasakannya sekarang denganmu Sayang. Perasaan yang telah lama hilang kembali
muncul ke permukaan karena terpanggil oleh hatimu yang begitu tulus. Menarik
sesuatu yang rapuh dari dasar laut perlu keahlian khusus dan kamu sukses melakukannya
secara baik dan hati-hati. Tanpa goresan, semua utuh terangkat. Karenamu dan telah
kuhadiahkan sepenuhnya untukmu.
Saat kamu jatuh cinta untuk
pertama kali dan dihadapkan dengan medan yang teramat berat aku percaya ujian dalam
hubungan itu nyata adanya. Proses yang harus dilalui guna menaikan level
beberapa tingkat ke atas. Kualitas perasaan kita diuji ditengah keterbatasan
yang sangat terbatas. Keinginan menjadi satu yang semakin hari semakin menggebu.
Hati yang bergetar karena mengidamkan pertemuan. Menikmati rindu yang membunuh
pada sepertiga malam. Sanggupkah, atau mampukah tergantung seberapa kuat
komitmen dan sumpah yang telah terikrar sebagai dasar dari apa yang sedang kita
jalani.
Mungkin terkadang masing-masing
dari kita lelah, mungkin pernah terbersit perasaan ingin menyerah, mungkin
sesekali bosan menghampiri mengingat rindu yang merusak begitu parah.
Mereka hadir di satu lalu lintas
hati dan bergabung dengan perasaan cinta yang dominan disana. Meskipun
jumlahnya sangat sedikit tapi perasaan seperti itu tetap ada. Sesekali muncul
dan mengalihkan pandangan kita dari perasaan cinta yang teramat banyak yang
selalu hilir mudik. Dan yang harus kita lakukan untuk menyikapinya adalah menghiraukannya
dan fokus pada apa yang jadi tujuan sedari awal.
Sudah jadi rahasia umum bahwa resiko
dari jatuh cinta itu sendiri adalah, saat kita memutuskan untuk berkecimpung di
dalamnya, membuka hati agar ia bebas masuk, mengizinkan perasaan itu hadir, saat
itu pula kita membuka kemungkinan hati untuk jatuh dan terluka. Maka dari itu
banyak yang bilang cinta itu bagai pisau bermata dua dan aku setuju. Tidak
hanya kebahagiaan yang ia bawa namun juga sebaliknya.
Inti dari semua ini adalah aku
ingin mengingatkan lagi kepadamu. Meskipun ini adalah kali pertama untukmu
jatuh hati, dan ditambah medan yang sangat sangat berat dan terjal membentang. Mungkin
juga terkadang pedih menghampiri hati yang sibuk menahan rasa ingin jumpa. Menghujani
komitmen kita dengan suara sumbang perihal jarak yang menjadi penghalang.
Ketahuilah semua itu bukan apa-apa dibanding apa yang menanti kita setelah fase
ini.
Karena aku sudah bersumpah
bahwasanya hatimu berada pada tempat yang tepat dan tidak akan pernah aku
sia-siakan. Tiada apapun yang perlu kamu cemaskan. Ia sudah berada di tempat
yang semestinya di tangan yang seharusnya.
Juga mengenai apa yang harusnya
kita lakukan saat ini namun tidak bisa. Aku sudah mengatakan padamu bahwa semua
akan aku tebus nanti. Keadaan dan keberadaan yang kamu dambakan akan aku bayar
lunas jika waktunya telah tiba. Merealisasikan satu persatu daftar panjang yang
kita punya jadi prioritas utamaku saat ini. Sesegera dan sebanyak yang kita
sanggup.
Lalu setelah rangkaian waktu yang
aku janjikan berlalu, tiba saatnya bagi kita untuk berada di sebuah tempat yang
akan menasbihkan kita menjadi sepasang yang sah. Momen yang paling aku nantikan
sampai-sampai dadaku sesak tiap kali itu terbayang.
Kamu bisa memegang itu semua
Sayang, karena janjiku mengikat sampai nafas ini terhenti.
Komentar
Posting Komentar