Langsung ke konten utama

Pertama yang Terakhir


Aku sering mengatakan padamu bahwa selalu ada yang pertama kali dalam hidup kita, apapun itu entah dalam melakukan atau merasakan. Dan selayaknya pertama tentu erat dengan kesalahan dan kepayahan. Tidak perduli seberapa banyak teori yang sudah kita hapal, sesekali keadaan tidak melulu persis seperti apa yang kita baca. Banyak variabel menggantung mengenai apa dan apa yang hadir diluar prediksi kita. Hal normal dan biasa. Lalu kesalahan yang kita alami pada percobaan pertama menuntun kita pada pembekalan pendewasaan untuk menghadapi hal semacam itu lagi dan lagi pada kemudian hari.


“Ini pertama kali buat aku, jadi maaf kalo aku tidak tau harus seperti apa.” Aku mendengarnya sembari memicingkan mata sedikit ke arah atas. Mencoba menggapai sedikit ingatan saat aku berada di posisimu sekarang. Sedikit saja, jangan terlalu banyak. Sungguh aku tidak bermaksud mengingat subjeknya, yang aku lihat hanya objek saat itu. Perasaanku sendiri.


Semua tampak lebih mudah saat aku menjalaninya untuk pertama kali. Keadaan dan keberadaan masih berpihak padaku saat itu. Aku memiliki apapun sebagai media penyalur perasaan. Waktu, kehadiran, upaya, keberlangsungan. Singkatnya perasaan itu tumbuh dengan semestinya dan seperti yang ada pada cerita cinta kebanyakan. Normal dan wajar tanpa sakit yang berarti dan merepotkan.


Pertama kali yang aku rasakan, nampak berbanding terbalik dengan pertama kali yang sedang kamu rasakan saat ini. Begitu banyak sekat yang membelenggu perasaanmu untuk berkembang sempurna. Keadaan memaksa ia untuk berdiam dan menahan diri. Lebih lagi, cintamu tumbuh tanpa pertemuan dengan sang pemilik hati secara langsung. Hal sulit yang aku sendiri tidak bisa membayangkan jika hal itu adalah cinta yang pertama aku rasa.



Jatuh cinta adalah perasaan rumit dan kompleks yang aku tau persis, karena sepertimu. Aku juga sedang merasakannya sekarang denganmu Sayang. Perasaan yang telah lama hilang kembali muncul ke permukaan karena terpanggil oleh hatimu yang begitu tulus. Menarik sesuatu yang rapuh dari dasar laut perlu keahlian khusus dan kamu sukses melakukannya secara baik dan hati-hati. Tanpa goresan, semua utuh terangkat. Karenamu dan telah kuhadiahkan sepenuhnya untukmu.


Saat kamu jatuh cinta untuk pertama kali dan dihadapkan dengan medan yang teramat berat aku percaya ujian dalam hubungan itu nyata adanya. Proses yang harus dilalui guna menaikan level beberapa tingkat ke atas. Kualitas perasaan kita diuji ditengah keterbatasan yang sangat terbatas. Keinginan menjadi satu yang semakin hari semakin menggebu. Hati yang bergetar karena mengidamkan pertemuan. Menikmati rindu yang membunuh pada sepertiga malam. Sanggupkah, atau mampukah tergantung seberapa kuat komitmen dan sumpah yang telah terikrar sebagai dasar dari apa yang sedang kita jalani.


Mungkin terkadang masing-masing dari kita lelah, mungkin pernah terbersit perasaan ingin menyerah, mungkin sesekali bosan menghampiri mengingat rindu yang merusak begitu parah.


Mereka hadir di satu lalu lintas hati dan bergabung dengan perasaan cinta yang dominan disana. Meskipun jumlahnya sangat sedikit tapi perasaan seperti itu tetap ada. Sesekali muncul dan mengalihkan pandangan kita dari perasaan cinta yang teramat banyak yang selalu hilir mudik. Dan yang harus kita lakukan untuk menyikapinya adalah menghiraukannya dan fokus pada apa yang jadi tujuan sedari awal.


Sudah jadi rahasia umum bahwa resiko dari jatuh cinta itu sendiri adalah, saat kita memutuskan untuk berkecimpung di dalamnya, membuka hati agar ia bebas masuk, mengizinkan perasaan itu hadir, saat itu pula kita membuka kemungkinan hati untuk jatuh dan terluka. Maka dari itu banyak yang bilang cinta itu bagai pisau bermata dua dan aku setuju. Tidak hanya kebahagiaan yang ia bawa namun juga sebaliknya. 


Inti dari semua ini adalah aku ingin mengingatkan lagi kepadamu. Meskipun ini adalah kali pertama untukmu jatuh hati, dan ditambah medan yang sangat sangat berat dan terjal membentang. Mungkin juga terkadang pedih menghampiri hati yang sibuk menahan rasa ingin jumpa. Menghujani komitmen kita dengan suara sumbang perihal jarak yang menjadi penghalang. Ketahuilah semua itu bukan apa-apa dibanding apa yang menanti kita setelah fase ini.

 
Karena aku sudah bersumpah bahwasanya hatimu berada pada tempat yang tepat dan tidak akan pernah aku sia-siakan. Tiada apapun yang perlu kamu cemaskan. Ia sudah berada di tempat yang semestinya di tangan yang seharusnya.


Juga mengenai apa yang harusnya kita lakukan saat ini namun tidak bisa. Aku sudah mengatakan padamu bahwa semua akan aku tebus nanti. Keadaan dan keberadaan yang kamu dambakan akan aku bayar lunas jika waktunya telah tiba. Merealisasikan satu persatu daftar panjang yang kita punya jadi prioritas utamaku saat ini. Sesegera dan sebanyak yang kita sanggup.


Lalu setelah rangkaian waktu yang aku janjikan berlalu, tiba saatnya bagi kita untuk berada di sebuah tempat yang akan menasbihkan kita menjadi sepasang yang sah. Momen yang paling aku nantikan sampai-sampai dadaku sesak tiap kali itu terbayang.


Kamu bisa memegang itu semua Sayang, karena janjiku mengikat sampai nafas ini terhenti.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beat Yourself.

Heloow~ Kemarin, tepatnya hari minggu gue abis ada pertemuan sama temen di komunitas gue. Wait... Komunitas? Iya buat yang belum tau, gue jadi salah satu volunteer di komunitas hijau di kota gue. Apa itu volunteer? Volunteer adalah sukarelawan, dia yang punya dedikasi terhadap suatu hal apapun itu dan mau mengerjakannya dengan sukarela tanpa   pamrih. Dia yang mau meluangkan waktu, tenaga, materi untuk kegiatan dengan ikhlas. Yaa, ehm, kaya gue gini. Cukup pengertian tentang volunteer, nanti gue dikira sombong lagi. Yang mau gue bahas disini adalah apa yang gue lakuin bareng mereka, maksud gue yang akan. Jadi kemarin itu kita ngebahas agenda untuk 3 bulan mendatang, Aksi apa aja yang bakal kita adakan untuk memperingati beberapa hari lingkungan kedepan. Seperti biasa, saat rapat berlangsung gue bersikap pasif. Gue emang kurang jago urusan ngomong dan jadi pusat perhatian di forum resmi kaya gitu. Tapi jangan salah ya, kalo disuruh ngomong depan gebetan sih gue u

Selenophile

Baiklah. 10 Agustus 2021 "Sepertinya memang sudah waktunya." Terbersit kata-kata itu di benakku sepulang dari kediaman Bapak Sekdes, awalnya aku kira kalimat itu hanya sekedar pemikiran yang spontan dan biasa. Seperti saat aku memikirkan bagaimana bisa seorang temanku sering datang terlambat padahal rumahnya dekat atau saat aku berencana meminta camilan di meja seorang rekan kerja untuk meredam lapar di sore hari . Aku melihat itu hanya pikiran biasa dan tidak memiliki arti apapun. Sore itu dalam perjalanan pulang berlatarkan matahari yang menggantung dan terus turun ke arah barat bumi. Sinarnya melemah seiring menit berlalu, aku merasakan waktu sangat cepat menyeret gelap muncul yang dimulai dari timur langit merembet perlahan memenuhi angkasa. Cahaya meredup sayup-sayup. Saat pertama aku tanpa sadar merapal harap agar gelap tidak menampakkan dirinya terlebih dahulu dan bisa menunggu lebih lama lagi, aku ingin lebih lama lagi, tolonglah.  Sebuah doa klise yang tidak mungkin

Turbulensi

Beberapa jam sebelum hari kemarin berakhir gue udah hampir collaps. Dengan sederet kejadian mengejutkan yang gue alamin sedari pagi sampe sore yang bisa bikin migrain. Kejadian berantai, maksud gue. Karena hal itu gue jadi ngga bisa melakukan hal ini. Karena hal ini ngga bisa gue lakukan, hal itu akhirnya ngga jadi. Sesuatu semacam itu, kalian pasti paham lah.   Kebanyakan manusia beruntung di hari kelahirannya, ya gue tau itu opini gue aja. Meskipun cuman opini tapi gue yakin banget, soalnya banyak temen/seseorang yang gue tau. Dari cerita yang gue denger dari mereka, ataupun dari yang gue tau. Hoki mereka seakan berlipat. Dan itu yang jadi patokan gue dalam menilai hari kelahiran. Hari yang beruntung.   Tapi semesta punya rencana lain buat gue. Selalu begitu, Tuhan Maha Mengejutkan.