"Sometimes we have just to let go of someone who matters to us not because we want to, but because we have to, and it's the right things to do. We just can't force anyone to love us. We cannot beg someone to stay when she wants to leave and be with someone else. This is what live is all about. However, the end of love is not the end of life. It should be the beginning of understanding that love lives for a reason and leaves with a lesson. And guess what? Many people can make you happy in your life. There are so many out there. Some do it by walking into your life. Some do it by walking out. "
Gue ngga tau kenapa, tapi paragraf pembuka di atas tiba-tiba aja muncul di otak gue. Jadilah gue taro disitu walaupun sama sekali ngga ada hubungannya sama analogi bintang yang mau gue bahas. Yep, kali ini salah satu bintang akan jadi bintang di postingan ini.
Gue suka belajar astronomi, menurut gue astronomi adalah salah satu ilmu yang keren. Pemicu dari kalimat gue itu adalah karena benda langit yang begitu luar biasa banyaknya yang berada di atas kita. Benda langit, bukan benda yang ada di bumi ini ya. Yang di bumi sih relatif kecil. Tapi berbeda dengan benda langit. Gue mengagumi mereka. Benda-benda itu selalu berhasil bikin gue sadar, kalo dibandingin mereka, gue ngga lebih dari setitik plankton tanpa daya yang terombang-ambing di alam semesta tanpa batas.
Gue ngga tau kenapa, tapi paragraf pembuka di atas tiba-tiba aja muncul di otak gue. Jadilah gue taro disitu walaupun sama sekali ngga ada hubungannya sama analogi bintang yang mau gue bahas. Yep, kali ini salah satu bintang akan jadi bintang di postingan ini.
Gue suka belajar astronomi, menurut gue astronomi adalah salah satu ilmu yang keren. Pemicu dari kalimat gue itu adalah karena benda langit yang begitu luar biasa banyaknya yang berada di atas kita. Benda langit, bukan benda yang ada di bumi ini ya. Yang di bumi sih relatif kecil. Tapi berbeda dengan benda langit. Gue mengagumi mereka. Benda-benda itu selalu berhasil bikin gue sadar, kalo dibandingin mereka, gue ngga lebih dari setitik plankton tanpa daya yang terombang-ambing di alam semesta tanpa batas.
Dari
bumi ini gue cuma dikasih sedikit pemandangan maha menakjubkan dariNya tentang
luar angkasa. Itu juga bukan gue liat langsung sih, melainkan melalui alat
canggih kaya Teleskop Hubble atau bermacam satelit yang dikirim sama badan
antariksa dari banyak negara. Tanpa bantuan
alat seperti itu, apa bisa gue liat
melewati atmosfir? Ngga mungkin banget.
Saat malam mulai menyelimuti langit tempat gue
berdiri, bahkan di cuaca paling cerah sekalipun. Pemandangan saat gue melihat
ke atas dengan mata telanjang adalah bentuk sangat minimal dari keseluruhan
yang ada di luar sana.
Gue yakin, malam
selalu punya cara lain untuk menghibur mereka yang setia menunggu. Buat gue
sendiri. Menghitung konstelasi di angkasa, menatap angkuh kerlipan sinar di
atas, dan melihat banyak bintang yang berserakan di karpet hitam langit selalu
bisa bikin gue merasa lebih baik dari sebelumnya. Kalo dibilang, gue ini
termasuk orang yang bertipe nocturnal. Kehidupan malam gue lebih panjang dari
siang. Karena emang gue orangnya sering begadang, tidur larut, dan bertemankan cahaya
yang minim.
Mungkin hal itu jadi penyebab kenapa gue suka sama langit malam. Juga apapun yang ada di atas sana. Dan diantara itu semua, bintang-bintang yang berjarak ribuan tahun cahaya. Yang mungkin kebanyakan dari mereka saat ini udah hancur lebur jadi kepingan asteroid yang mengitari angkasa raya. Kumparan bintang berkilau yang ternyata cuman ilusi optik paling indah sejagat. Diantara bermilyar-milyar titik di atas. Gue punya satu bintang favorit. Dan dia selalu disana.
Mungkin hal itu jadi penyebab kenapa gue suka sama langit malam. Juga apapun yang ada di atas sana. Dan diantara itu semua, bintang-bintang yang berjarak ribuan tahun cahaya. Yang mungkin kebanyakan dari mereka saat ini udah hancur lebur jadi kepingan asteroid yang mengitari angkasa raya. Kumparan bintang berkilau yang ternyata cuman ilusi optik paling indah sejagat. Diantara bermilyar-milyar titik di atas. Gue punya satu bintang favorit. Dan dia selalu disana.
Polaris...
Bintang
paling terang pada rasi Ursa Minor di langit. Bintang harapan. Bintang penunjuk
arah. Bintang Utara. Bintang Kutub. Bintang yang setia berada di ujung utara
bumi dan tetap disana. Tanpa cela, Bintang Polaris udah mencuri perhatian gue
lebih dari yang dia sadari.
Di
utara, tidak ada yang lebih jelas dibandingkan kehadirannya. Menembus gelap.
Polaris bagai seberkas berlian di antara lautan kegelapan. Terlalu indah untuk
digambarkan, terlalu mustahil untuk dijabarkan. Dan gue punya satu kesalahan
paling manis yang berhubungan dengan Polaris di kehidupan gue. Dosa paling
menyenangkan, kekhilafan yang selalu gue syukuri dengan senyum, negatif yang
mampu melahirkan positif. Dia, wanita yang dengan tanpa paksa bisa bikin gue
menyentuh dan merasakan keberadaan Polaris.
Wanita
ituu adalah, emm, sebenernya agak berat kalo nyebut merk di blog ini. Jadi gue
pakai nama pengganti aja ya. Sebut saja X. :3
Memposisikan
seseorang sebagai bintang utara hidup gue bukanlah perkara mudah. Banyak
kandidat sebelumnya yang gugur. Beberapa lagi belum cukup pantas berada satu
garis bersama sang beruang kecil. Bahkan sebelumnya gue mikir kalo dalam waktu
cukup lama belum ada yang bisa mencapai titik dimana gue ngasih penghargaan
besar ini. But, she’s different. The only exception.
X
serupa Polaris. Dia sangat terang, bahkan terlalu terang untuk bisa gue liat
dari dekat. Ia bersinar hampir setiap saat setiap tempat. Di mata gue, redup
adalah kata terakhir jika ada yang menanyakan ciri-cirinya ke gue. Karena emang
dia tak akan padam. Oleh waktu sekalipun. Ia bintang harapan, buat gue dia
salah satu harapan. Walaupun X ngga tau, tapi gue udah menitipkan lebih dari
satu mimpi ke pundaknya. Mimpi itu akan terus hidup dan bersinar terang seiring
dirinya tumbuh, dan tanpa keraguan gue sangat yakin akan hal itu.
Wanita
menyenangkan itu juga penunjuk arah buat gue. Dia ngga akan pernah sadar, kalo
dia udah ngasih gue tujuan. Satu dari sekian banyak arah udah dia tiupkan.
Tujuan itu begitu jauh, mungkin terlampau jauh. Bahkan membayangkan berdiri
disana adalah keheningan panjang buat gue. Ia pun selaku bintang utara. Maksud
gue, utara adalah mata angin yang selalu berada di atas. Dia menjadi muara bagi
mereka yang tersesat. Utara adalah arah yang mutlak dan selalu diandalkan
banyak orang. Ia berguna melebihi apapun tanpa sadar.
Sampai
akhirnya kita terbelah menjadi dua kutub, utara dan selatan. Terpisah oleh
garis ribuan kilometer jauhnya. Dan itu bukan tanpa sebab. Tapi dalam kondisi
itupun, gue akan selalu menempatkan X di kutub utara, bersama dengan Polaris
yang tidak pernah redup, yang tidak lain adalah bagian lain dari dirinya buat
gue
Saat
gue berusaha melupakan kenyataan bahwa kita berada di kutub yang berbeda.
Selatan & utara. Buat gue yang terbiasa menjalani malam dengan kehadiran
Polaris, keadaan itu bener-bener mimpi buruk dalam dunia nyata. Dia tak ada
disini, bintang itu berada di belahan dunia lain. Saat itu gue baru ngerti.
Melupakan belum pernah sesulit ini sebelumya.
Pertahanan
gue roboh, ombak ini begitu kuat. Walaupun konyol, tapi gue udah memutuskan
buat melangkah kembali ke utara. Ngga peduli seberapa jauhnya jarak tempuh yang
gue lewatin. Bahkan, jika seumur hidup jadi jarak tempuh diantara kita. Gue
akan dengan senang hati.
Lalu
lamunan gue berhenti saat mengingat bahwa ia tetaplah bintang. Polaris mungkin
sangat benderang, begitu istimewa, satu dari jutaan. Tapi dia tetap tinggi.
Menggantung di atas sana. Jangankan untuk memetik, menyentuhnya pun gue
sungkan. Tangan gue terlalu rendah untuk menggapainya. Kaki ini kecil jika
berhadapan dengan ketinggian. Dan langit yang mencibir adalah satu dari sekian
banyak.
Well,
walaupun gitu. Sulit bukan berarti mustahil iyakan? Nanti saat gue cukup
tangguh buat ngebikin pesawat apollo dengan kecepatan super melebihi cahaya.
Jangankan mencapai Polaris, tinggal disana pun akan gue lakuin. Dengan atau
tanpa persetujuannya. Anyway, X was born
on this date. Happy 17th.
K!
see you when I see you.
Komentar
Posting Komentar