Langsung ke konten utama

Ingatan Terbaik

Maaf. Pada tulisan yang sangat ngga biasa kali ini. Gue menganjurkan kalian buat melewatkannya. Serius. Karena apa, karena bakal banyak kalimat dan diksi yang mengerikan. Menjijikan mungkin. Dramatisir yang miris. Hiperbolis yang bikin limbung. Luapan hati yang ngga sante. Juga banyak bumbu melankolis yang bertebaran. Intinya, jangan.


Tapi kalo lo nekat, yaudah. Dengan senang hati. Silahkan menikmati hidangan penuh kontroversi hati dibawah. Sebelumnya, yang penting gue udah ngingetin. Sebagian dari kalian mungkin bakal sedikit berputar haluan dalam hal penilaian ke gue. Tapi terserah sajalah. Idfc. :3
 
Ini apa? Ini anomali. Kejadian langka dalam kehidupan gue yang jarang banget gue temuin. Adalah sebuah perasaan yang janggal. Ganjil yang bisa membuat gatal sampai ke kerongkongan. Gatau nih, beberapa hari belakangan perasaan gue tentang hal ini begitu meluap-luap. Dan saat hal di pikiran gue itu berhasil menyusup ke blog gue dalam bentuk huruf, artinya perasaan itu udah ngga bisa gue bendung lagi.


Tapi ini bukan cinta, bukan. Hidup remaja ngga melulu soal cinta, Bung.


Tulisan ini adalah bukti nyata tentang kerinduan yang menusuk sampai ke tulang. Saat dimana pori-pori kulit pun ikut mengeluarkan raungan kelabu. Lalu ada kata yang terus tertumpuk sejak pertemuan terakhir. Juga mengenai bisu menahun yang menyiksa. Gue kalut. Hantu ini sukses memecut keluar seluruh memori yang telah terbentuk.


I miss you guys, so bad, so hard, so long, and so on.


Gue memposisikan kalian di tingkatan yang begitu spesial. Terimakasih. Sekali lagi terimakasih. Sudah menghadirkan masa kecil paling luar biasa yang sanggup gue bayangkan, bahkan lebih dari itu. Gue butuh kerja keras ekstra untuk dapat memilah banyak dari terlalu banyak hari berkesan yang pernah kita lalui. Lalu menguras emosi dan merebusnya sampai ke titik tertinggi untuk kemudian dituangkan dalam tulisan ini. Percayalah, bukan perkara mudah membaca kembali buku lama di perpustakaan yang begitu luas di otak gue tentang kita.


Kita pernah disana. Suatu waktu dimana gue membenci waktu. Suatu keadaan yang bisa membuat gue mengutuk perubahan. Suatu lokasi paling mumpuni untuk menyapu seluruh duka. Lalu ada beberapa kisah tentang mimpi yang belum terikrar diantara kita.


Kita kerumunan kaki kecil yang terus bergerak. Dengan langkah seringan bulu. Menyusuri setiap inci dunia kita tanpa takut. Membabat habis imajinasi. Menguliti fantasi tanpa batas. Melayang di atas batas normal. Kita semua raja di istana penuh warna. Tempat gue dan kalian bersua, berbagi apapun tanpa kira.


Gue masih mengingat setiap sudut ruangan tempat kita berkumpul. Saat dimana gue ingin menaruh bom molotov tepat di bibir pintu, agar kita bisa terkurung selamanya. Lalu ada lapangan tempat kita menaruh peluh yang mengalir. Kita selalu berbaring setiap sore disana tanpa keluh kesah yang berarti. Jangan lupa juga tentang jalanan yang menjadi saksi bisu nafas kita yang menderu. Melakukan kegiatan yang bisa memicu adrenalin beberapa kali lipat juga merupakan keahlian kita, bukan?


Kita keajaiban musim panas dan penghujan. Lantunan lagu paling indah sejagat yang selalu kita senandungkan tanpa perlu bernyanyi. Tanpa perlu bersuara. Kita orkestra tanpa rekayasa. Simfoni semerdu kicau merpati. Kolaborasi sempurna antara takdir dan harapan yang nyata. Lalu ada ratusan analogi lain yang mustahil gue hamburkan disini, untuk kalian. Teman terbaik.


Buat gue, ingatan adalah tanda. Tanda bahwa kita pernah disana. Melakukan hal apapun bersama siapapun. Gue percaya ingatan terkuat diberikan oleh orang-orang terbaik, juga terburuk. Contohnya kalian, manusia-manusia terbaik.


Andai. Pengandaian selalu jadi pilihan saat harapan tidak kunjung datang. Membayangkan keadaan yang sesuai selalu menimbulkan efek samping, candu. Saat ini pun gue sedang menghabiskan stok candu yang tidak akan pernah habis, tentang kalian. Memori bermandikan air hujan di jalanan komplek, bertualang ke pekarangan yang ditumbuhi semak belukar, melewati gorong-gorong di pinggir pembatas jalan demi mencapai tempat tanpa tuan di komplek sebelah. Semua masih terekam sempurna, tidak luput barang sejengkal pun.


Gue menulis ini dalam keadaan rindu. Kondisi batin yang begitu menyiksa dan menyenangkan. Entahlah, kerinduan selalu punya sensasi tersendiri. Dan gue menikmatinya.


Sekarang, berbeda. Kita terpisahkan satu demi satu. Bahkan gue sendiri, maaf. Tapi ini bukan kemauan kita, kan?  Gue menyalahkan waktu, keadaan, kondisi. Semua pihak ketiga yang tampak jahat. Memang.


Beberapa dari kita boleh pergi, tapi ingatan akan tetap tinggal. Diam. Tetap disana. Mengikat kita satu sama lain menjadi satu kesatuan ingatan paling berkilau tentang kisah persahabatan. Kalian harus ingat. Waktulah yang fana, dan kita yang kekal.


Baiklah cukup segini aja. Semoga gue bisa memberikan beberapa rincian tentang hal fenomenal yang pernah kita lakukan, dulu.


Untuk kalian. Ingatan terbaik. Terimakasih.


Oke. Sampai jumpa, saat kita berjumpa kembali, di masa depan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beat Yourself.

Heloow~ Kemarin, tepatnya hari minggu gue abis ada pertemuan sama temen di komunitas gue. Wait... Komunitas? Iya buat yang belum tau, gue jadi salah satu volunteer di komunitas hijau di kota gue. Apa itu volunteer? Volunteer adalah sukarelawan, dia yang punya dedikasi terhadap suatu hal apapun itu dan mau mengerjakannya dengan sukarela tanpa   pamrih. Dia yang mau meluangkan waktu, tenaga, materi untuk kegiatan dengan ikhlas. Yaa, ehm, kaya gue gini. Cukup pengertian tentang volunteer, nanti gue dikira sombong lagi. Yang mau gue bahas disini adalah apa yang gue lakuin bareng mereka, maksud gue yang akan. Jadi kemarin itu kita ngebahas agenda untuk 3 bulan mendatang, Aksi apa aja yang bakal kita adakan untuk memperingati beberapa hari lingkungan kedepan. Seperti biasa, saat rapat berlangsung gue bersikap pasif. Gue emang kurang jago urusan ngomong dan jadi pusat perhatian di forum resmi kaya gitu. Tapi jangan salah ya, kalo disuruh ngomong depan gebetan sih gue u

Selenophile

Baiklah. 10 Agustus 2021 "Sepertinya memang sudah waktunya." Terbersit kata-kata itu di benakku sepulang dari kediaman Bapak Sekdes, awalnya aku kira kalimat itu hanya sekedar pemikiran yang spontan dan biasa. Seperti saat aku memikirkan bagaimana bisa seorang temanku sering datang terlambat padahal rumahnya dekat atau saat aku berencana meminta camilan di meja seorang rekan kerja untuk meredam lapar di sore hari . Aku melihat itu hanya pikiran biasa dan tidak memiliki arti apapun. Sore itu dalam perjalanan pulang berlatarkan matahari yang menggantung dan terus turun ke arah barat bumi. Sinarnya melemah seiring menit berlalu, aku merasakan waktu sangat cepat menyeret gelap muncul yang dimulai dari timur langit merembet perlahan memenuhi angkasa. Cahaya meredup sayup-sayup. Saat pertama aku tanpa sadar merapal harap agar gelap tidak menampakkan dirinya terlebih dahulu dan bisa menunggu lebih lama lagi, aku ingin lebih lama lagi, tolonglah.  Sebuah doa klise yang tidak mungkin

Turbulensi

Beberapa jam sebelum hari kemarin berakhir gue udah hampir collaps. Dengan sederet kejadian mengejutkan yang gue alamin sedari pagi sampe sore yang bisa bikin migrain. Kejadian berantai, maksud gue. Karena hal itu gue jadi ngga bisa melakukan hal ini. Karena hal ini ngga bisa gue lakukan, hal itu akhirnya ngga jadi. Sesuatu semacam itu, kalian pasti paham lah.   Kebanyakan manusia beruntung di hari kelahirannya, ya gue tau itu opini gue aja. Meskipun cuman opini tapi gue yakin banget, soalnya banyak temen/seseorang yang gue tau. Dari cerita yang gue denger dari mereka, ataupun dari yang gue tau. Hoki mereka seakan berlipat. Dan itu yang jadi patokan gue dalam menilai hari kelahiran. Hari yang beruntung.   Tapi semesta punya rencana lain buat gue. Selalu begitu, Tuhan Maha Mengejutkan.