Langsung ke konten utama

Reunited

Beberapa paragraf awal postingan ini (lagi-lagi) gue istimewakan buat seorang teman baik.


Walaupun kita terpaut ratusan kilometer jauhnya. Percayalah, namamu sudah menjadi salah satu yang menambah cerita di hidupku. Aku masih ingat saat pertama kali pandangan kita bersua, juga merapalkan kalimat di sebelah kolam renang itu. Masih terekam jelas, tidak akan terlupa karena aku langsung menulis deskripsinya di catatanku.


Selamat mengulang tanggal 18 Juni-mu kemarin, untuk yang ke-21. Semoga aksenmu tidak pernah hilang, karena aku selalu suka setiap kali mendengarnya. Juga kacamata lucu yang aku idolakan itu, aksesoris penambah estetika yang selalu kamu kenakan. Tampak pas, aku sudah pernah mengatakannya, kan? Tetaplah menjadi wanita membumi seperti kamu yang biasanya.


Lalu doa template yang aku yakin sudah banyak kamu dengar yang tidak aku tulis disini. Karena akan menghabiskan lebih dari 3 halaman Microsoft Word jika aku nekat menjabarkannya.


Semua semoga itu terbang diudara, melaju dengan kecepatan cahaya kepada Sang Pencipta.
Seluruhnya hanya untukmu.

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>><<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<

Reuni. Reunited. Re United. Replay United.


Secara etimologi judul postingan gue kali ini diambil dari bahasa Inggris. Yang artinya mengulang kebersamaan. Meski bukan kebersamaan kita yang dulu. Huft.




Adalah sebuah keharusan dan budaya yang tak lekang oleh zaman jika setiap bulan Ramadan datang, akan ada sepasukan undangan buat kita untuk berbuka puasa bersama. Dan kemarin, salah satu undangan yang ditujukan ke gue itu berubah menjadi realitas. Bukan wacana grup semata yang cuma bikin sakit mata. Untuk itulah, apresiasi pertama gue pada postingan kali ini adalah kepada seorang teman yang luar biasa, Didi dan Dicky selaku panitia inti. Orang yang mau direpotkan dan berjibaku diantara jadwal mereka yang padat. Upahmu besar disurga nanti, Nak. :’)


Buat panitia yang lain, gue minta maaf kalo ngga nyebutin nama kalian. Karena gue ngga tau siapa lagi penggagas acara itu dan kayanya emang dua orang itu yang paling riweh ngurusin beginian. Jadi, no hurt feeling okay.


Btw gue sengaja bakal blak-blakan perkara nama mereka. Ehehe. Soalnya temanya pas banget tentang reunian, jadi biarkanlah sedikit nama teman-teman gue dengan indahnya menghiasi tulisan kali ini.


Gue dateng ke lokasi bareng sohib gue, Rizki dan Rifan, juga pacarnya Sarah. Mengenai Rizki dan Rifan, mereka salah dua dari teman yang punya andil besar dalam 3 tahun gue memakai seragam putih abu. Sebenernya banyak. Jadi semoga aja nanti gue bisa mendeskripsikan lebih banyak tentang mereka-mereka itu yang gue maksud di post lainnya.


Lalu berangkatlah kita ke TKP, Padahal gue udah janji mau dateng abis Zuhur ke Didi. Buat bantu-bantu sekaligus nemenin dia gitu, tapi urung. Niat gue dihempaskan secara tidak sengaja oleh Rifan yang emang biang segala jam karet. Jadilah gue baru tiba disana beberapa menit setelah azan Ashar berkumandang. Terpaut beberapa jam dari janji awal. Gue yang ngga biasa ngaret dengan terpaksa harus melanggar kode etik diri gue sendiri.


Keinginan awal gue dateng awal buat bantu kayanya cukup jadi keinginan aja. Karena emang segalanya sudah ada yang menghandle. Spanduk sudah terpasang rapi, semua sudah seperti yang direncanakan.


Biarpun telat, tapi gue ngga terlambat. Ngerti kan? Ya karena banyak peserta lain yang lebih sore lagi datangnya dari gue. Beberapa mungkin ada keperluan lain dahulu, kaya salah satu teman baik gue Dzikri (gue biasanya ngetik Zikri, tapi kali ini gpp deh gue ketik namanya secara benar) yang emang baru balik dari tempat kerjaannya. Dia ini benar-benar pekerja keras dan teman yang bisa diandalkan.
Atau ada yang sedang menunggu temannya disuatu tempat, atau yang paling ngeselin yaitu yang sengaja dateng terlambat padahal hari itu lagi free. Contohnya Agam Sebastian, gue gagal paham kenapa doi sampe telat. Udah mah telat, pake bajunya ngga sesuai dresscode pula. Sungguh adik kelas yang biadab. Wkwkk

Tapi alasan pastinya mereka terlambat hanya mereka yang tau, biarkan pertanyaan itu dijawab sama diri mereka sendiri
Matahari semakin turun dan menggelayut dengan malas ditepi langit, menandakan waktu berbuka yang tinggal beberapa puluh menit. Beberapa teman dan kenalan gue juga telah hadir dan bercengkerama satu sama lain dengan pertanyaan basa basi paling basi. Tau gak kalimatnya? Pasti tau. Dua kata pembuka pembicaraan yang masih sangat ampuh. Pertanyaan “Apa kabar?” masih menjadi primadona buat mencairkan suasana diantara teman lama.


Kalo gue sendiri paling males kalo ditanya, “Lo sekarang kuliah atau kerja?”. Terhitung udah tak terhitung pertanyaan itu yang mendarat di kuping gue. Dan setiap itu pula gue selalu menjawab, “Kerja kok, mau ngerasain capeknya nyari duit.”.


Sepaket dengan pertanyaan berupa pilihan tadi, saat gue jawab kalo gue sedang kerja. Pertanyaan kedua yang mereka luncurkan pasti, “Kerja dimana?” atau “Kenapa gak kuliah?”.


Gini ya, fellows. Pertama gue sangat menghargai atensi kalian. Terimakasih sekali, itu semua membuat gue terharu. Tapi bukannya ngga mau memberi jawaban yang jujur. Gue sangat ingin. Sayangnya pengalaman telah mengajarkan segalanya. Gue mencari seorang penanya yang memang perhatian, bukan hanya penasaran atau formalitas belaka. Buat gue, pertanyaan formalitas hanya akan mendapat jawaban formalitas.


Jadi biarlah, jawaban ringkas gue yang tidak penting itu sekiranya cukup. Toh kalian tidak bertanya lebih lanjut, dan benar adanya kalo memang hanya sekadar formalitas dan pengisi waktu luang sembari menunggu teman kalian yang sesungguhnya selesai mengambil makan.


Gue ngga tertutup, gue cuman selektif. Sifat penting untuk hidup diantara kaum apatis yang marak di generasi ini.


Kembali ke reuni tadi. Apa benar reuni selalu identik dengan kenangan? Kalo yang naif mungkin bakal bilang ngga, tapi pada kenyataannya siapa yang bisa membantah itu. Reuni adalah mesin waktu untuk kembali ke masa lalu. Memancarkan persoalan memori yang sempat bertalu. Juga kisah yang telah berlalu. Gue ngga bakal menyangkal, karena itu benar adanya dan tidak bisa diadu.


Untuk beberapa jam saja, kendurkan sedikit ikat pinggang gengsi yang kalian kenakan sedari rumah itu. Mari sejenak melemparkan diri untuk kembali ke waktu lampau. Juga tanggalkan sedikit kedewasaan yang kalian bangga-banggakan itu. Kalian tidak akan dianggap sinting jika harus menggila sebentar, kok. Janganlah berlaku asing, apa yang mau kalian jaga? Tidak bisakah kita memutar kaset lama itu kembali. Frame berisi kebersamaan orang yang tertawa lepas dan tidak kenal tempat. Mereka masih seindah yang gue pikirkan.


Sepersekian saja, lupakan status kalian di masa sekarang. Karena hakikat reuni adalah kembali ke masa yang telah berlalu. Tidak perlu lama, jadilah teman-teman yang tidak tahu malu itu. Yang dulu selalu beriringan di setiap kesempatan. Yang pernah membicarakan hal picisan seputar asmara remaja. Menjadi seseorang yang pernah gue kenal, berdiri sebagai teman yang seharusnya pernah kita ingat di masa itu. Dimana kita semua sempat terhubung, bahkan tersambung.


Mungkin menyapa menjadi lebih sulit, bahkan tersenyum adalah ekspresi terakhir dan lebih susah ketimbang berkelit.


Tapi sudahlah, tidak semua orang bisa seemosional gue dalam mengingat. Gue ngga akan protes dan memaksa mereka harus sama seperti gue. Ya, semua orang punya cara sendiri dalam menyikapi sesuatu. Dan tidak ada negosiasi untuk hal tersebut.


Waktu mengubah hampir semuanya, kita semua tau itu pasti terjadi. Tidak ada pilihan lain selain menerima dan beradaptasi.
Semoga di kesempatan lain kalian tetap luar biasa.


Dan terakhir, ada satu momen yang kiranya bakal sayang banget kalo ngga gue tuangkan disini. Padahal dia udah berjasa buat gue, tapi maaf belum ada tulisan di blog ini yang secara eksplisit membahas tentangnya. Gue janji pasti bakal gue bikinin satu yang lumayan panjang Lalu dengan dipublishnya post ini dan tereksposnya paragraf ini. Artinya janji itu akan tetap berlaku sampai kapanpun.

Tentang seseorang yang pernah menyesaki sekat hati.
Kamu terlihat cantik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beat Yourself.

Heloow~ Kemarin, tepatnya hari minggu gue abis ada pertemuan sama temen di komunitas gue. Wait... Komunitas? Iya buat yang belum tau, gue jadi salah satu volunteer di komunitas hijau di kota gue. Apa itu volunteer? Volunteer adalah sukarelawan, dia yang punya dedikasi terhadap suatu hal apapun itu dan mau mengerjakannya dengan sukarela tanpa   pamrih. Dia yang mau meluangkan waktu, tenaga, materi untuk kegiatan dengan ikhlas. Yaa, ehm, kaya gue gini. Cukup pengertian tentang volunteer, nanti gue dikira sombong lagi. Yang mau gue bahas disini adalah apa yang gue lakuin bareng mereka, maksud gue yang akan. Jadi kemarin itu kita ngebahas agenda untuk 3 bulan mendatang, Aksi apa aja yang bakal kita adakan untuk memperingati beberapa hari lingkungan kedepan. Seperti biasa, saat rapat berlangsung gue bersikap pasif. Gue emang kurang jago urusan ngomong dan jadi pusat perhatian di forum resmi kaya gitu. Tapi jangan salah ya, kalo disuruh ngomong depan gebetan sih gue u

Selenophile

Baiklah. 10 Agustus 2021 "Sepertinya memang sudah waktunya." Terbersit kata-kata itu di benakku sepulang dari kediaman Bapak Sekdes, awalnya aku kira kalimat itu hanya sekedar pemikiran yang spontan dan biasa. Seperti saat aku memikirkan bagaimana bisa seorang temanku sering datang terlambat padahal rumahnya dekat atau saat aku berencana meminta camilan di meja seorang rekan kerja untuk meredam lapar di sore hari . Aku melihat itu hanya pikiran biasa dan tidak memiliki arti apapun. Sore itu dalam perjalanan pulang berlatarkan matahari yang menggantung dan terus turun ke arah barat bumi. Sinarnya melemah seiring menit berlalu, aku merasakan waktu sangat cepat menyeret gelap muncul yang dimulai dari timur langit merembet perlahan memenuhi angkasa. Cahaya meredup sayup-sayup. Saat pertama aku tanpa sadar merapal harap agar gelap tidak menampakkan dirinya terlebih dahulu dan bisa menunggu lebih lama lagi, aku ingin lebih lama lagi, tolonglah.  Sebuah doa klise yang tidak mungkin

Turbulensi

Beberapa jam sebelum hari kemarin berakhir gue udah hampir collaps. Dengan sederet kejadian mengejutkan yang gue alamin sedari pagi sampe sore yang bisa bikin migrain. Kejadian berantai, maksud gue. Karena hal itu gue jadi ngga bisa melakukan hal ini. Karena hal ini ngga bisa gue lakukan, hal itu akhirnya ngga jadi. Sesuatu semacam itu, kalian pasti paham lah.   Kebanyakan manusia beruntung di hari kelahirannya, ya gue tau itu opini gue aja. Meskipun cuman opini tapi gue yakin banget, soalnya banyak temen/seseorang yang gue tau. Dari cerita yang gue denger dari mereka, ataupun dari yang gue tau. Hoki mereka seakan berlipat. Dan itu yang jadi patokan gue dalam menilai hari kelahiran. Hari yang beruntung.   Tapi semesta punya rencana lain buat gue. Selalu begitu, Tuhan Maha Mengejutkan.