Langsung ke konten utama

Loev Letter







I’d send a postcard to you, Dear

‘Cause I wish you were here


I’ll watch the night turn blue
But it’s not the same without you
Because it takes two to whisper quietly

 
The silence isn’t so bad
‘Till I look at my hands and feel sad
‘Cause the spaces between my fingers
Are right where yours fit perfectly


Waist-deep in thought because
When I think of you I don’t feel so alone
As many times as I blink
I’ll think of you tonight

 
When violet eyes get brighter
And heavy wings grow lighter
I’ll taste the sky and feel alive again
But I swear I won’t forget you



I’d whisper in your ear:
“Oh Darling, I wish you were here.”

 
- Vanilla Twilight
 
__________________________________________________
 
 
Untuk seseorang yang sedang  dalam ingatan, di setiap harinya, di setiap malamnya.
 
......
 
 

Jika mengingatmu laksana tetes air. Bumi akan mencibir iri padaku, karena butuh lebih dari ketujuh samuderanya untuk merapal dirimu.
 
Dalam ingatku.
 

 
 
___________________________________________________
 
 
Assalamualaikum,


Terhitung dari pertemuan terakhir kita. Bagaimana kabarmu? Aku harap semua berjalan seperti yang kamu idamkan. Tidak kurang, bahkan lebih. Rentetan kabar baik yang tidak sabar aku terima darimu, masih setia aku tunggu. Semoga di surat balasanmu nanti tersisip beberapa.


Kabarku? Terimakasih jika kamu bertanya. Kabarku tidak begitu baik, tapi juga tidak buruk. Sebenarnya semua cukup baik, tapi keadaan terus bertambah buruk setiap kali memikirkanmu. Mengingatmu itu seperti makan kebab super pedas tanpa minum sama sekali, benar-benar menjengkelkan dan menyiksa tenggorokan. Tapi tidak masalah, aku masih tetap menyukai sensasinya. Jadi biarlah aku tulis kabarku diantara keduanya. Baik juga buruk.

Rindu ini tetap sama
Tentang sebuah cerita lama
Tidak pernah berlalu
Masih melulu tentangmu

__________________________________________________

Seperti kata mereka. Cinta itu perihal melepaskan atau memperjuangkan. Kamu tau, cinta ternyata tak sesederhana itu. Mereka lupa akan pilihan merelakan, karena melepaskan belum tentu merelakan. Saat kita melepaskan cinta kita, itu artinya kita mengaku kalah bahkan sebelum bertempur.


Tapi apa kita sanggup merelakan cinta itu? Aku tidak tau. Aku bukan tipe orang yang mudah melepaskan hal berharga dengan mudah, tidak terlalu keren menurutku.


Jadi ada dimana cinta yang beralamatkan namamu ini akan melabuhkan pilihannya?


Kalau dirinci lebih larut lagi, dari semua yang datang dan pergi, bahkan kembali. Tercatat dirimu seorang yang paling kunanti. Namamu terpatri dengan rapi, dalam tempat terteduh di sudut hati. Penghargaan tertinggi dari insan yang akan mati ini, dan ia telah berjanji.


Sampai sini kamu pasti sudah paham dan tentunya mengerti.

__________________________________________________

Jika kamu izinkan, biarlah aku mencoba memerah nadiku untuk berjuang. Menyiapkanmu sebuah ruang, tidak besar memang. Tapi kurasa cukup untuk bisa mengajarimu arti sesungguhnya dari kata berpulang.

 
Aku bersungguh-sungguh berkata demikian. Tak akan ada lagi elegi yang kamu senandungkan, barang sebait pun


Debar hati perihal cinta yang tidak sengaja kamu titipkan masih bisa kujaga dengan baik. Frekuensinya semakin tinggi, beresonasi menghasilkan reaksi kimiawi. Meletupkan hormon oksitosin dalam diri.
 
Semestaku kisruh kala seluruh rautmu aku kemas dalam secercah rindu yang malah menjadi-jadi.

__________________________________________________

Jadi begitu Sayang.

Aku tak masalah, ketika kamu tak mengerti tiap bait puisi-puisiku yang mencintaimu. Tetapi ketahuilah bahwa hanya itu, segalaku.

Dan lagi, aku masih menunggu.

Waktu seakan terhenti, dan senyummu mengabadi. Di tempat itu terbaring lemah seonggok harap yang berdiri sendiri, menunggu untuk kau hampiri. Ketika perjalananmu belum begitu jauh memisahkan, kembalilah ke sepasang lengan yang masih menyisakan angan.

Masihkah ada dirimu diantara semua itu nanti? Jangan buat aku bertanya untuk yang kesekian kali, Sayang.

Kabari aku secepatnya, tidakkah kamu tega jika rindu ini kehilangan arah dan menyerah?


Sincerely, Forever Yours
  
Tangerang 24 Juni 2016
 
___________________________________________________

 




Foto wanita pertama yang masuk ke blog gue, selamat ya!


Surat Cinta. Yup.


Pos Indonesia agaknya menjadi jasa ekspedisi yang beruntung karena telah menjadi medium yang mengantarkan surat itu untuknya. Cuman butuh satu hari agar amplop berisi beberapa lembar kertas itu mengetuk pintu lokasi yang dituju. Dan gue dengan senang hati memberikan promo gratis dengan cara menyebutkannya disini. Hahaha


Halaman berisi paragraf diatas itu merupakan surat cinta pertama yang gue kirim melalui jasa ekspedisi. Jarang banget hasil ketikan gue mengalami perubahan menjadi bentuk fisik yang nyata. Indah sekali, meskipun tulisan tangan gue yang ngga jelas itu bikin puyeng dan mual di waktu yang bersamaan. Tapi gue udah bilang ke dia,


“Kamu jangan liat kemasannya, tapi liat isinya ya.”


Sekedar tindakan preventif biar surat itu ngga langsung dibuang ke tong sampah aja. Hiks.


Tapi tetap, surat cinta is surat cinta. Tulisan tangan, kertas, amplop, dan salah satu yang jadi favorit gue adalah ornamen pemanis tambahan berupa pita berwarna merah hati yang bertuliskan “For The Sweetest Thing In Life” yang gue simpulkan dengan serasi diantara surat. How it couldn’t be more sweet?


Simulasi sempurna dari apa yang pernah kita bicarakan sebagai, “Hal romantis yang sudah hilang dimakan zaman.” pada suatu  hari yang lalu.


Halaman pertama dari surat itu berupa lirik lagu yang gue rasa pas dengan apa yang mau disampaikan, Vanilla Twilight punya lirik yang mewakilkan semuanya. Jadilah gue pilih lagu andalan dari Owl City tersebut diantara jutaan lagu lainnya.


Lalu halaman-halaman berikutnya yang berisi penempatan diri kita pada sebuah latar bercahayakan rembulan.


Semoga kesan yang hendak kita perlihatkan bisa sesempurna yang semestinya, meskipun ada faktor yang kurang begini karena tidak begitu. Tapi tak apa. Kita setidaknya cukup beruntung karena bisa merasakan sensasi dari ritual yang hampir terlupa itu.


Gue berani bertaruh kalo sangat sedikit orang seumuran gue yang bisa merasakan kenikmatannya, sensasi mengirim surat cinta pada seseorang yang sangat berharga dihidupnya merupakan hal yang hampir punah di generasi sekarang. Nilai praktis dari teknologi yang sudah mendarah daging di masyarakat mau tidak mau menggerus hal seromantis dan seemosional menyurati sang empunya hati yang berada di tempat yang jauh.


Well, ada beberapa poin yang sengaja ngga gue ceritakan perihal peristiwa memorable terkait surat ini, dan baiknya memang ngga gue ceritakan. Hehe

Terimakasih sekali lagi,  for accepting my Loev Letter.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beat Yourself.

Heloow~ Kemarin, tepatnya hari minggu gue abis ada pertemuan sama temen di komunitas gue. Wait... Komunitas? Iya buat yang belum tau, gue jadi salah satu volunteer di komunitas hijau di kota gue. Apa itu volunteer? Volunteer adalah sukarelawan, dia yang punya dedikasi terhadap suatu hal apapun itu dan mau mengerjakannya dengan sukarela tanpa   pamrih. Dia yang mau meluangkan waktu, tenaga, materi untuk kegiatan dengan ikhlas. Yaa, ehm, kaya gue gini. Cukup pengertian tentang volunteer, nanti gue dikira sombong lagi. Yang mau gue bahas disini adalah apa yang gue lakuin bareng mereka, maksud gue yang akan. Jadi kemarin itu kita ngebahas agenda untuk 3 bulan mendatang, Aksi apa aja yang bakal kita adakan untuk memperingati beberapa hari lingkungan kedepan. Seperti biasa, saat rapat berlangsung gue bersikap pasif. Gue emang kurang jago urusan ngomong dan jadi pusat perhatian di forum resmi kaya gitu. Tapi jangan salah ya, kalo disuruh ngomong depan gebetan sih gue u

Selenophile

Baiklah. 10 Agustus 2021 "Sepertinya memang sudah waktunya." Terbersit kata-kata itu di benakku sepulang dari kediaman Bapak Sekdes, awalnya aku kira kalimat itu hanya sekedar pemikiran yang spontan dan biasa. Seperti saat aku memikirkan bagaimana bisa seorang temanku sering datang terlambat padahal rumahnya dekat atau saat aku berencana meminta camilan di meja seorang rekan kerja untuk meredam lapar di sore hari . Aku melihat itu hanya pikiran biasa dan tidak memiliki arti apapun. Sore itu dalam perjalanan pulang berlatarkan matahari yang menggantung dan terus turun ke arah barat bumi. Sinarnya melemah seiring menit berlalu, aku merasakan waktu sangat cepat menyeret gelap muncul yang dimulai dari timur langit merembet perlahan memenuhi angkasa. Cahaya meredup sayup-sayup. Saat pertama aku tanpa sadar merapal harap agar gelap tidak menampakkan dirinya terlebih dahulu dan bisa menunggu lebih lama lagi, aku ingin lebih lama lagi, tolonglah.  Sebuah doa klise yang tidak mungkin

Turbulensi

Beberapa jam sebelum hari kemarin berakhir gue udah hampir collaps. Dengan sederet kejadian mengejutkan yang gue alamin sedari pagi sampe sore yang bisa bikin migrain. Kejadian berantai, maksud gue. Karena hal itu gue jadi ngga bisa melakukan hal ini. Karena hal ini ngga bisa gue lakukan, hal itu akhirnya ngga jadi. Sesuatu semacam itu, kalian pasti paham lah.   Kebanyakan manusia beruntung di hari kelahirannya, ya gue tau itu opini gue aja. Meskipun cuman opini tapi gue yakin banget, soalnya banyak temen/seseorang yang gue tau. Dari cerita yang gue denger dari mereka, ataupun dari yang gue tau. Hoki mereka seakan berlipat. Dan itu yang jadi patokan gue dalam menilai hari kelahiran. Hari yang beruntung.   Tapi semesta punya rencana lain buat gue. Selalu begitu, Tuhan Maha Mengejutkan.