Langsung ke konten utama

Terumbu Merah Putih

Dalam kurun waktu satu kalender Masehi yang jumlahnya 365 hari itu, udah jadi hal wajar kalo ada satu atau dua tanggal yang bisa menggugah emosi kita sampai pada konsentrat tertinggi. Kaya contohnya, tanggal ulang tahun kita. Ulang tahun temen kita, sahabat, atau orang-orang yang punya andil besar dalam hidup kita. Entah karena dia berharga, atau lebih berharga dari itu. Pasti. Gue berani jamin kalo semua orang pasti punya tanggal-tanggal istimewa dalam hidup mereka.
 
Dan gue merupakan satu dari sekian banyak manusia tersebut. Dalam kalender digital gue, banyaaak banget tanggal tertentu yang sengaja gue tandain karena emang peristiwa yang terjadi beberapa tahun silam di tanggal itu sudah berkembang menjadi sesuatu yang penting dalam kehidupan gue. Lalu saat tanggal itu mulai mendekat dan terulang kembali. Gue selalu melakukan beberapa hal kecil. Seperti mengucapkannya, merayakannya, atau menuliskannya.
 
Sama seperti sekarang ini.
 
Kalo kalian udah baca sebagian post di blog gue dan teliti mengenai setiap tanggalnya. Perihal mengenai postingan ini jadi postingan ketiga secara beruntun di tanggal ini juga mestinya kalian paham. Hwhwha
 
Oke langsung aja mungkin, sesi kali ini gue bakal live report apa-apanya yang gue kerjain di hari ini. Tapi ngga dari A-Z ya. Ngga mungkin bisa sedemikian rinci karena bakal banyak diselingi sama opini pribadi gue yang sebegitu gitunya (apasih!).
 
17 Agustus 2016.
 
Ada yang berbeda dari 17 Agustus di tahun ini dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertama kalinya, gue ikut suatu kegiatan remaja di sebuah lokasi yang punya nilai historis tersendiri dalam catatan kehidupan gue. Kegiatan yang digelar dalam rangka perayaan ulang tahun Indonesia-ku tercinta yang jatuh di tanggal 17 bulan Agustus.
 
Jadi ucapan terimakasih gue yang teramat dalam gue sematkan pertama kali untuk Niantic selaku developer game yang booming beberapa pekan belakangan ini, yaitu Pokemon Go. Karena tanpa game yang mereka kembangkan, skenario indah pada tanggal 17 ini sepertinya tidak akan pernah ada.
 
Loh kok?! Iya. Kalem. Biar gue ceritain dulu.
 
Awal mulanya emang agak rumit dan konyol buat dikisahkan. Tapi ini bukan mengada-ada. Sungguh. Emang game itu punya andil besar dalam pertemuan gue dengan seorang teman lama. Dan teman lama tersebut yang menyeret gue dengan sebegitu indahnya ke dalam perkumpulan remaja tadi.
 
Bingung ya? Ya gapapa, emang bukan itu yang mau gue ceritakan kok.
 
Semuanya terjadi dengan cepat, dari mulai saat gue pertama kali menginjakkan kaki kembali di tempat itu, sampai wajah wajah yang sudah lama tidak gue lihat yang mengalami beberapa pemuaian ke atas dan ke samping. Lalu ikatan yang jujur masih gue simpan dengan baik itu akhirnya meronta keluar dan mengesampingkan segala macam pertimbangan mengenai banyak hal.
 
Dan keputusan gue sudah membentuk lingkaran sempurna.
 
Gue punya hutang yang teramat banyak ditempat itu, pada mereka juga. Karena mereka gue punya masa lalu menyenangkan yang bisa gue coretkan dimanapun sesuka hati. Suatu masa yang tidak akan malu gue ceritakan ke anak cucu gue kelak. Tentang nilai kesederhanaan dalam melakukan segalanya. Mereka telah memberi begitu banyak bahkan tanpa mereka sadari. Tempat itu adalah awal mula gue memulai semuanya. Masih ada, rekaman itu masih bisa gue putar dengan jelas. Konstelasi di langit selatan yang pijarnya tak akan redup. Jadi biarlah sekarang ini gue memberikan kontribusi gue yang tidak ada apa-apanya ini sebagai alat pembayaran yang gue tau tidak akan pernah cukup.
 
Awalnya gue ragu bisa diterima disana, karena emang domisili gue bukan ditempat itu lagi. Melainkan sudah bergeser beberapa derajat ke arah utara. Tapi dugaan gue ternyata meleset, kehadiran gue masih disambut disana. Hehe
 
Skip Skip Skip.
 
Jadi singkatnya begitu cerita awal kenapa gue bisa gabung dengan mereka. Ke arah emosional sih alasannya, tapi memang seperti itu adanya. Tidak dikurangi atau dilebihkan.
 
Balik lagi ke cerita. Setelah beberapa kali diadakan pertemuan untuk menggodok rentetan acara. Pembahasan persiapan dan orang-orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab di hari H. Sampai urusan perincian dana yang alot. Kemudian acara yang kita rencanakan akan diselenggarakan selama 1 hari 1 malam namun di dua hari yang berbeda itu akhirnya datang. Acara hari pertama tentu diadakan pada tanggal 17 Agustus ini.
 
Semuanya sudah terkonsep dengan baik, sisanya biar Tuhan yang membantu agar berjalan dengan mulus dan tanpa kendala. Pagi itu kita diharuskan sudah berkumpul di TKP pada pukul 7. Padahal malam sebelumnya gue ditawari menginap disana, tapi gue enggan. Karena gue tau menginap bersama itu cuman mitos. Pada kenyataannya semuanya bakalan begadang semalam suntuk lalu mengantuk di pagi harinya. Jadi gue lebih memilih buat pulang dan istirahat di rumah.
 
Gue datang pukul 7 kurang beberapa menit, tidak terlambat seperti biasa.
 
Tugas gue hari ini cukup simple, cuman ngawasin lomba kategori anak 6-11 tahun yang totalnya ada 5 lomba. Selain itu gue juga masuk bagian dokumentasi. Bagian memotret momen yang hilir mudik selama acara berlangsung. Nah kalo yang ini seru. Gue soalnya paling suka motret candid, karena ekspresi muka orang yang dipoto candid itu natural dan ngga ada elemen paksaan. Menurut gue kalo seseorang yang diabadikan dalam pose candid aja udah cakep, berarti emang aslinya beneran cakep tanpa rekayasa.
 
Yang paling memorable buat gue kayanya saat gue ngawasin perlombaan memindahkan kelereng memakai sendok. Sumpah langsung “DHEG” banget. Pasalnya gue jadi keinget waktu gue ada di posisi anak itu, dan gue juga pernah juara di lomba itu dulu. Walaupun bukan juara 1 sih.
 
Lomba 17an itu, meskipun waktu gue kecil gue tau kalo hadiahnya gak bakalan jauh dari yang namanya pensil dan buku yang gue udah punya seabreg dirumah. Tapi tetep aja gue bakal ikut. Karena ini masalah pride. Haha
 
Perasaan saat lu bisa merengkuh titel juara dan nama lu dibacain di depan banyak orang menurut gue adalah hadiah yang begitu mewah. Lebih prestisius ketimbang buku dan pensil yang gue yakin udah jadi template hadiah di setiap lomba 17an pada RT RT lainnya di Indonesia.
 
Matahari semakin tinggi dan tegak lurus diatas, menandakan siang semakin terang. Dan kepayahan akan menghampiri setiap insan yang berada di lapangan. Tapi gue salut, semua tampak tetap begitu benderang. Semangat mereka masih terpampang dengan garang.
 
Pada suatu waktu di hari itu gue jadi keinget masa lalu, dan mengingatnya membuat dada gue menjadi sedikit sesak. Jujur aja, dulu itu pergaulan di RT kita masih sangat terbatas. Jadi yang itu cuman bermain dengan yang itu, dan gue cuman bermain dengan temen-temen gue aja. Tidak mengenal istilah pluralisme mengenai sudut pandang dan kecocokan individu masing-masing. Maksud gue, seluruh panitia luar biasa yang sekarang sedang bekerja sama ini, dulunya tidak sedemikian indahnya. Ada banyak kubu yang tercipta semasa gue kecil dulu, tapi syukurlah tidak selamanya. Sekat kasat mata yang memisahkan kita sekarang sudah lenyap. Pada akhirnya gue sangat senang karena kita bisa mengimplementasikan semboyan Bhinneka Tunggal Ika dengan baik. Karena keberagaman itu seharusnya menyatukan, bukan memisahkan.
 
Lalu gue juga sedikit berkabung perihal beberapa temen baik gue yang ngga bisa ikut masuk jajaran panitia lantaran keadaan yang memaksa. Temen-temen sederetan gang gue yang satu-persatu tumbang akibat perubahan jarak yang tadinya terpaut sekian meter lalu sekarang satuan itu berubah menjadi kilometer. Bayangan gue tentang kalian disini masih terus terjaga. Dan semua ini tidak akan pernah menjadi 100% tanpa kalian. Percayalah.
 
Lalu beginilah gue melalui 17 Agustus di tahun ini. Dengan sedikit memberi guratan pada kanvas lama. Menyempurnakan lukisan terdahulu yang sudah penuh warna. Menambahkan sedikit ornamen tentang sebuah romantisme yang terinspirasi dari kebersamaan kita saat ini.
 
“Kita bersama, menuju masa depan. Kita bersama, meraih cita-cita.”
Agaknya lirik lagu tersebut adalah representasi positif mengenai apa yang telah, sedang, dan akan kita kerjakan bersama.
Terimakasih atas kesempatannya. Kalian selalu istimewa sampai kapanpun. 
 
 
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beat Yourself.

Heloow~ Kemarin, tepatnya hari minggu gue abis ada pertemuan sama temen di komunitas gue. Wait... Komunitas? Iya buat yang belum tau, gue jadi salah satu volunteer di komunitas hijau di kota gue. Apa itu volunteer? Volunteer adalah sukarelawan, dia yang punya dedikasi terhadap suatu hal apapun itu dan mau mengerjakannya dengan sukarela tanpa   pamrih. Dia yang mau meluangkan waktu, tenaga, materi untuk kegiatan dengan ikhlas. Yaa, ehm, kaya gue gini. Cukup pengertian tentang volunteer, nanti gue dikira sombong lagi. Yang mau gue bahas disini adalah apa yang gue lakuin bareng mereka, maksud gue yang akan. Jadi kemarin itu kita ngebahas agenda untuk 3 bulan mendatang, Aksi apa aja yang bakal kita adakan untuk memperingati beberapa hari lingkungan kedepan. Seperti biasa, saat rapat berlangsung gue bersikap pasif. Gue emang kurang jago urusan ngomong dan jadi pusat perhatian di forum resmi kaya gitu. Tapi jangan salah ya, kalo disuruh ngomong depan gebetan sih gue u

Selenophile

Baiklah. 10 Agustus 2021 "Sepertinya memang sudah waktunya." Terbersit kata-kata itu di benakku sepulang dari kediaman Bapak Sekdes, awalnya aku kira kalimat itu hanya sekedar pemikiran yang spontan dan biasa. Seperti saat aku memikirkan bagaimana bisa seorang temanku sering datang terlambat padahal rumahnya dekat atau saat aku berencana meminta camilan di meja seorang rekan kerja untuk meredam lapar di sore hari . Aku melihat itu hanya pikiran biasa dan tidak memiliki arti apapun. Sore itu dalam perjalanan pulang berlatarkan matahari yang menggantung dan terus turun ke arah barat bumi. Sinarnya melemah seiring menit berlalu, aku merasakan waktu sangat cepat menyeret gelap muncul yang dimulai dari timur langit merembet perlahan memenuhi angkasa. Cahaya meredup sayup-sayup. Saat pertama aku tanpa sadar merapal harap agar gelap tidak menampakkan dirinya terlebih dahulu dan bisa menunggu lebih lama lagi, aku ingin lebih lama lagi, tolonglah.  Sebuah doa klise yang tidak mungkin

Turbulensi

Beberapa jam sebelum hari kemarin berakhir gue udah hampir collaps. Dengan sederet kejadian mengejutkan yang gue alamin sedari pagi sampe sore yang bisa bikin migrain. Kejadian berantai, maksud gue. Karena hal itu gue jadi ngga bisa melakukan hal ini. Karena hal ini ngga bisa gue lakukan, hal itu akhirnya ngga jadi. Sesuatu semacam itu, kalian pasti paham lah.   Kebanyakan manusia beruntung di hari kelahirannya, ya gue tau itu opini gue aja. Meskipun cuman opini tapi gue yakin banget, soalnya banyak temen/seseorang yang gue tau. Dari cerita yang gue denger dari mereka, ataupun dari yang gue tau. Hoki mereka seakan berlipat. Dan itu yang jadi patokan gue dalam menilai hari kelahiran. Hari yang beruntung.   Tapi semesta punya rencana lain buat gue. Selalu begitu, Tuhan Maha Mengejutkan.